Mataram (Suara NTB) – Kasus penipuan online di Indonesia terus meningkat dan menimbulkan kerugian besar. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak November 2024 hingga 26 Mei 2025, total kerugian yang dialami masyarakat akibat penipuan online mencapai Rp2,6 triliun.
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudi Agus P. Raharjo, menyebutkan bahwa OJK telah menerima 129.841 pengaduan masyarakat yang menjadi korban penipuan digital melalui layanan Investment Alert System Center (IASC). Dari jumlah itu, sebanyak 43.959 laporan disampaikan langsung oleh masyarakat, sementara 85.882 berasal dari pelaku usaha yang meneruskan laporan korban. Adapun jumlah pelaku usaha yang terlibat dalam penanganan laporan ini mencapai 168 lembaga. “Rata-rata, setiap hari terdapat 700 laporan yang masuk ke sistem IASC,” ujar Rudi.
Ia menegaskan, pelaporan sebaiknya dilakukan maksimal tiga jam setelah kejadian agar memungkinkan tindakan cepat, seperti pemblokiran rekening tujuan transfer. “Dengan melapor lebih cepat, potensi dana korban untuk kembali lebih besar,” katanya.
Selama periode tersebut, OJK berhasil memblokir dana sebesar Rp161,8 miliar dari total kerugian. Jumlah rekening yang dilaporkan terkait penipuan mencapai 210.258, sementara rekening yang berhasil diblokir sebanyak 47.860.
Layanan pengaduan IASC dapat diakses melalui situs www.iasc.ojk.go.id, email iasc@ojk.go.id, serta call center 157. Kehadiran layanan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang memperkuat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
OJK mencatat sepuluh modus penipuan online terbanyak yang dilaporkan masyarakat, yaitu:
- Penipuan transaksi jual beli online: 26.405 kasus
- Penipuan keuangan lainnya: 20.272 kasus
- Penipuan mengaku pihak lain (fake call): 12.720 kasus
- Penipuan investasi: 10.307 kasus
- Penipuan penawaran kerja: 9.273 kasus
- Penipuan hadiah: 9.037 kasus
- Penipuan melalui media sosial: 6.533 kasus
- Social engineering: 5.326 kasus
- Pinjaman online ilegal: 2.543 kasus
- Phishing: 2.210 kasus
Rudi mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan melindungi data pribadi. Ia menyoroti maraknya modus penipuan yang memanfaatkan iming-iming bantuan atau hadiah untuk mencuri data pribadi, seperti permintaan swafoto dengan KTP atau pembelian hasil pemindaian retina mata.
“Data pribadi bisa diperjualbelikan dan dimanfaatkan untuk berbagai tindakan kejahatan, termasuk pinjaman online ilegal,” katanya.
Ia menekankan pentingnya literasi digital dan kehati-hatian masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan tidak rasional. (bul)