Oleh: dr. Babad Bagus
(Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, Mataram)
Selama ini, kanker payudara sering dianggap sebagai penyakit yang hanya menyerang perempuan. Tidak banyak yang tahu bahwa pria juga memiliki jaringan payudara, meskipun ukurannya kecil. Fakta ini membuat pria tetap memiliki kemungkinan terserang kanker payudara, walaupun kasusnya lebih jarang. Justru karena jarang disadari, kanker payudara pada pria sering kali baru terdeteksi saat sudah stadium lanjut.
Berdasarkan data Globocan 2022, di Indonesia terdapat sekitar 300 hingga 500 kasus kanker payudara pada pria setiap tahun. Jumlah tersebut memang hanya sekitar 1% dari seluruh kasus kanker payudara nasional, namun bukan berarti bisa diabaikan. Lebih dari 70% kasus ditemukan dalam kondisi lanjut, yang membuat pengobatan menjadi lebih sulit dan risiko kematian meningkat.
Kanker ini bisa menyerang pria yang memiliki faktor risiko tertentu, seperti mutasi genetik (misalnya BRCA2), riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium, serta kondisi yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon, seperti obesitas, gangguan hati, atau penggunaan terapi estrogen. Semakin bertambah usia, risiko juga meningkat.
Gejala kanker payudara pada pria mirip dengan yang terjadi pada wanita, antara lain:
1. Benjolan keras di area payudara atau ketiak yang membesar dengan cepat,
2. Perubahan bentuk atau posisi puting, seperti tertarik ke dalam atau mengeluarkan cairan yang tidak biasa,
3. Kulit payudara tampak kemerahan, bersisik, atau teriritasi.
Sayangnya, banyak pria meremehkan atau malu memeriksakan diri, sehingga penanganan sering terlambat. Padahal, deteksi dini sangat penting dan bisa menyelamatkan nyawa.
Mengabaikan gejala karena “takut malu” bisa berujung fatal. Justru, kesadaran untuk memeriksakan diri adalah bentuk tanggung jawab pada diri sendiri dan keluarga.
Peran Patologi Anatomi: Kunci Kepastian Diagnosis
Di balik proses deteksi dan pengobatan kanker, ada satu peran penting yang sering luput dari perhatian publik, yaitu dokter spesialis Patologi Anatomi. Spesialis ini berperan vital dalam menegakkan diagnosis pasti kanker, termasuk kanker payudara pada pria.
Setelah pasien menjalani pemeriksaan klinis dan radiologis, langkah selanjutnya adalah pengambilan sampel jaringan (biopsi) dari benjolan yang dicurigai. Jaringan ini kemudian diperiksa secara mikroskopis oleh dokter spesialis Patologi Anatomi. Dari analisis sel dan jaringan inilah dapat ditentukan apakah suatu benjolan bersifat jinak atau ganas (kanker), jenis karsinoma apa yang terjadi, tingkat keganasan (grading), dan sejauh mana penyebarannya.
Tanpa pemeriksaan Patologi Anatomi, diagnosis kanker tidak bisa ditegakkan secara pasti. Oleh karena itu, peran PA sangat krusial dalam membantu klinisi menentukan langkah terapi selanjutnya—baik operasi, kemoterapi, maupun radioterapi. Selain itu, pemeriksaan lanjutan seperti imunohistokimia juga dapat dilakukan untuk mengetahui ekspresi reseptor hormon dan HER2, yang menjadi dasar pemilihan terapi yang lebih spesifik dan efektif.
Kesadaran dan Aksi Nyata
Langkah sederhana seperti meraba sendiri area payudara (palpasi) sebulan sekali bisa menjadi upaya awal deteksi. Jika terasa ada yang janggal, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, lebih baik diperiksa dan aman, daripada menyesal di kemudian hari.
Sudah saatnya kita menghapus stigma bahwa kanker payudara hanya milik perempuan. Kesadaran pria terhadap tubuhnya sendiri adalah bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan. Jangan tunggu sampai terlambat. Deteksi dini bisa menjadi kunci harapan untuk sembuh.
Kanker payudara bukan “penyakit perempuan”. Ini adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, termasuk pria.
Mari sebarkan kesadaran ini ke sesama saudara, ayah, anak laki-laki, dan teman. Laki-laki sejati bukan yang menahan sakit, tapi yang berani menjaga diri.
Deteksi dini = harapan sembuh. Jangan tunggu sampai terlambat. (*)