Mataram (Suara NTB) – Meskipun meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTB Tahun Anggaran 2024. Namun BPK juga menyampaikan sejumlah temuan dan rekomendasi. BPK meminta Gubernur NTB, Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal dan DPRD NTB untuk mengantensi serius sejumlah temuan itu.
Salah satu temuan dan rekomendasi BPK adalah pengelolaan anggaran di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yakni Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB yang dinilai masih perlu dibenahi dan terus dioptimalkan. BPK menyebutkan temuannya di RSUP NTB mencapai angka Rp 247,97 miliar.
“Sebetulnya WTP itu biasa saja, harus terus didorong dan dioptimalkan lagi. Karena itulah tidak akan mengakibatkan utang RSUP NTB tahun 2024 senilai Rp247,97 miliar dan menimbulkan defisit operasional,” ujar Ketua I BPK RI, Nyoman Adhi Suryadnyana dalam sambutannya dalam rapat paripurna penyerahan LHP BPK di DPRD NTB pada Kamis, 19 Juni 2025.
Nyoman pun meminta kepada Pemprov NTB agar temuan pada RSUP NTB tersebut untuk dijadikan perhatian serius, terutama kepada DPRD NTB yang melakukan pengawasan. Sebab temuan di RSUP tersebut sangat mempengaruhi penilaian terhadap tata kelola keuangan daerah.
‘’Selain memberikan opini, BPK juga memberikan rekomendasi atas kepatuhan dan tindaklanjut atas rekomendasi. Pengawasan kepatuhan pengelolaan keuangan pada Rumah Sakit Provinsi masih belum optimal, karena masih mengakibatkan difisit. Ini perlu mendapat perhatian serius,’’ katanya mengingatkan.
Selain temuan utang pada RSUP NTB tersebut, Nyoman juga menyinggung temuan BPK terhadap pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud).
“Pengelolaan pembiayaan pada lembaga pendidikan, juga perlu mendapat prioritas perhatian. Temuan BPK terkait pengelolaan DAK di bidang pendidikan, kurangnya pengawasan belanja modal, kemudian kinerja dari rekanan yang tidak baik, pengawasan kualitas, sehingga menyebabkan pengembalian keuangan daerah,” ungkapnya.
Kemudian perlu perbaikan pengelolaan biaya anggaran pendidikan oleh sekolah di lingkup Pemprov NTB. Sebab, BPK menemukan adanya temuan pemeriksaan lainnya senilai Rp4,77 miliar, salah satunya adalah penggunaan dana BOS yang tidak sesuai peruntukan senilai Rp136,76 juta.
“Dua kejadian ini menjadikan inefisiensi dalam pengelolaan keuangan suatu daerah. Inefisiensi terjadi karena kesalahan yang berulang,” ujarnya, Kamis, 19 Juni 2025.
“Selain empat signifikan tadi. Terdapat temuan lebih umum terkait temuan kinerja rekanan yang tidak baik. Pengawasan dari pekerjaan yang tidak optimal. Yang menimbulkan adanya hal-hal yang harus diperbaiki, ataupun adanya pengembalian keuangan kepada Pemda,” jelasnya.
“Kejadian seperti ini adalah bentuk dari in-efesiensi, kesalahan berulang. Maka dari itu saya ajak dari DPRD sebagai fungsi pengawasan, apa yang kami sampaikan bisa jadi perhatian pengawasan dan perbaikan ke depan,” sambungnya.
Pada kesempatan itu Nyoman meminta Gubernur dan juga DPRD NTB agar menjadikan rekomendasi BPK tersebut sebagai bahan masukan untuk perbaikan tata kelola keuangan pemerintah daerah kedepannya.
“Apa-apa yang jadi rekomendasi, dapat menjadi bahan masukan, pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan ke depan yang lebih baik untuk Pak Gubernur dan DPRD dalam menjalankan pemerintahan di NTB,” katanya.
Terakhir ditegaskan Nyoman bahwa rekomendasi BPK tersebut memiliki batas waktu untuk dilaksanakan dan diselesaikan, yakni 60 hari. Jika tidak diselesaikan sampai batas waktu tersebut, maka BPK akan menyerahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH)
“Rekomendasi ini ada batas waktunya, harus diselesaikan dalam jangka waktu 60 hari. Kalau lewat, maka BPK dapat menyerahkan rekomendasi tersebut kepada APH untuk didalami lebih lanjut,” katanya.
Menyikapi temuan audito ini, Gubernur NTB, lanjut Nyoman sudah langsung menindaklanjuti. Tindak lanjut Pemprov NTB dikatakan sebesar 76,7 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan target nasional yang hanya 75 persen. “Pak Gubernur walaupun masih baru langsung menindaklanjutinya di atas capaian nasional,” ucapnya
Kendati di atas rata-rata, namun masih ada ruang sebesar 23,3 persen yang belum ditindaklanjuti. Ruang ini menjadi sorotan BPK. Adapun beberapa hal yang tidak bisa ditindaklanjuti karena adanya perubahan peraturan atau ketentuan perundang-undangan, BPK menyarankan Pemprov NTB untuk segera melapor agar dilakukan pemutihan.
“Segera konsultasikan dengan kepala perwakilan kami. Apabila itu memenuhi kriteria dan bukti-bukti, kami akan putihkan. Karena sesuatu yang membebani masa lalu, itu kemudian menjadi beban masa yang akan datang. Itu menjadi bagian yang kurang bagus dalam manajemen pengelolan keuangan negara,” terangnya.
Selain menyerahkan WTP, BPK juga menyerahkan Ikhtiar Hasil Pemeriksaan (IHP). IHP ini diharapkan mampu menjadi sumber data bagi Pemprov NTB dalam melakukan manajemen risiko, dan bahan masukan dalam kontrol anggaran, dan kinerja pengelolaan keuangan sebab berisi rangkuman pemeriksaan yang telah dilakukan.
Gubernur NTB, Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal dalam sambutannya menyampaikan menerima semua temuan, rekomendasi, dan kesimpulan dalam Laporan Hasil Penemuan (LHP) BPK. Pemprov NTB, sambung Iqbal akan menindaklanjuti rekomendasi dari BPK.
“Termasuk rekomenasi di beberapa OPD yang secara gamblang disebutkan oleh pimpinan I BPK RI, di bidang pendidikan, dan terutama di RSUD NTB,” ujar mantan Dubes RI untuk Turki ini.
Pemprov NTB, lanjutnya berkomitmen menyelesaikan temuan tersebut secara sistematis, terutama menyelesaikan temuan kerugian daerah, dan memperkuat sistem organisasi di seluruh perangkat daerah dan BUMD. Serta mengoptimalkan ketaatan di bidang barang, jasa, aset, dan pengelolaan keuangan.
Pengelolaan keuangan daerah disampaikan menjadi sangat penting seiring dengan perkembangan dinamika pembangunan yang terus berkembang. Oleh karenanya Pemprov NTB menaruh perhatian pada sektor tersebut.
“Pengelola keuangan daerah merupakan amanat besar yang dititipkan rakyat. Setiap rupiah yang keluar harus bisa dipertanggungjawabkan. Good governance dimulai dari pembenahan tata kelola keuangan, bukan hanya sektor keuangan, tapi juga penerimaan,” jelasnya.(ndi/era).