Mataram (Suara NTB) – Penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta agar aplikasi BPOM Mobile dapat diakses secara inklusif. Permintaan tersebut mencakup penggunaan bahasa, simbol, hingga tampilan gambar yang ramah bagi pengguna tunanetra dan tunarungu.
Permintaan ini disampaikan oleh Topan, perwakilan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) NTB, dalam Forum Konsultasi Publik yang diselenggarakan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, Senin, 30 Juni 2025.
“Banyak teman disabilitas yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional. Mereka sering ditawari obat oleh klien, tapi tidak tahu apakah produk tersebut aman atau terdaftar di BPOM. Kami butuh akses informasi yang mudah,” ujar Topan.
Ia menambahkan, banyak penyandang disabilitas kesulitan memahami informasi yang tersedia di kemasan maupun di aplikasi BPOM Mobile, karena kurangnya dukungan simbol, audio, atau tampilan teks yang memadai bagi penyandang disabilitas sensorik.
“Kami harap tampilannya bisa disesuaikan, misalnya dengan simbol visual, audio, atau huruf besar yang lebih mudah dibaca,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BBPOM Mataram, Yosef Dwi Irwan, menyatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan komunitas disabilitas dan menyadari pentingnya perlindungan bagi kelompok rentan.
“Kami akui masih ada kendala dalam menjangkau kelompok rentan. Namun, kami terus berupaya agar penyandang disabilitas bisa mendapatkan akses informasi yang adil dan setara,” ujar Yosef.
Ia menegaskan akan meneruskan aspirasi ini ke BPOM Pusat agar fitur-fitur dalam aplikasi BPOM Mobile bisa dikembangkan lebih inklusif.
“Kami akan teruskan masukan ini ke Jakarta. Harapannya akan ada pengembangan fitur yang lebih ramah bagi seluruh kalangan, termasuk kelompok disabilitas,” tegasnya.
Selain itu, BBPOM Mataram juga membuka peluang kerja sama dengan komunitas disabilitas untuk melaporkan produk makanan, minuman, atau obat-obatan yang mencurigakan.
“Kalau ada produk yang tidak layak, bisa langsung dilaporkan. Kami akan bantu proses pengawasan, bahkan bisa mendampingi proses sertifikasi jika produk itu buatan komunitas,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa peningkatan literasi tentang iklan produk yang menyesatkan dan berpotensi membahayakan konsumen rentan akan menjadi fokus edukasi BBPOM ke depan.
Forum Konsultasi Publik ini menjadi ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, untuk memperjuangkan hak atas informasi yang aman, adil, dan mudah diakses. (bul)