Mataram (Suara NTB) – Banjir yang menerjang Kota Mataram sejak Minggu sore, 6 Juli 2025 menyebabkan kerusakan cukup parah. Sedikitnya berdasarkan data sementara 30.681 jiwa atau 7.676 KK terdampak, 15 orang luka-luka, 520 jiwa mengungsi, puluhan mobil hanyut dan sembilan rumah rusak berat.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, Ahmadi menyatakan banjir melanda sejumlah titik padat penduduk seperti Selagalas, Sweta, hingga Kekalik Jaya.
“Kekalik Jaya paling parah karena lokasinya paling rendah, paling hilir, dan padat penduduk serta bangunan,” ujarnya, Senin, 7 Juli 2025.
Di kawasan hilir Sungai Ancar, yaitu Kekalik Jaya ketinggian air mencapai 1,5 meter. Merusak sejumlah fasilitas perkantoran yang ada di sepanjang jalan Majapahit di antaranya Disnakertrans, Kantor Dinas Perkim, Dinas PUPR, Dinas ESDM, Bapenda, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, DJPB, Dinas Pemuda dan Olahraga, Puslansos Mandalika, Dinas Ketahanan Pangan, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sarana prasarana yang berada di lantai satu seperti peralatan elektronik, arsip, serta kendaraan roda dua, tiga, dan empat dikatakan mengalami kerusakan.
“Lantai satu rumah dipastikan rusak. Belum lagi instalasi listrik, saluran drainase, dan cat tembok yang harus diperbaiki,” katanya.
Banjir ini juga merusak tembok teliling Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya yang roboh ke arah jalan raya, dan pohon tumbang di Dasan Agung depan Kantor Inspektorat.
Penyebab Banjir
Plt Kepala Dinas LHK ini menjelaskan penyebab banjir disebabkan oleh banyak faktor, seperti curah hujan yang tinggi di daerah hulu seperti Batukliang, Lingsar, Gunung Sari, dan Narmada. Termasuk dengan meluapnya sungai di Kota Mataram, seperti Sungai Jangkok, Ancar, Unus, dan Brenyok.
“Kondisi sungai kita inilah yang tidak mampu menahan besarnya debit air tersebut yang kita sebut dengan debit banjir tahunan. Kaitannya dengan kejadian banjir itu adalah suatu kejadian multi penyebab, bukan hanya sampah. Tapi yang jelas salah satu pemicunya adalah curah hujan yang tinggi,” jelasnya.
Selain itu, jembatan yang terlalu rendah, seperti Jembatan Ancar, memperparah luapan air. Situasi diperburuk oleh pembentukan sungai baru di hilir Ancar di Loang Baloq, yang menyebabkan aliran air justru naik kembali.
“Itu sangat berisiko sehingga itu meluap sampai ke Majapahit. Jadi intinya sungai kita ini tidak memiliki tanggul banjir,” ucapnya. (era)