Mataram (Suara NTB) – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, mengajukan permintaan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar memberikan relaksasi kebijakan ekspor konsentrat tambang, khususnya yang dihasilkan oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menekan dampak negatif sektor tambang terhadap pertumbuhan ekonomi NTB, yang saat ini tengah mengalami kontraksi signifikan.
Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB, Samsudin, menjelaskan bahwa kontraksi tajam di sektor pertambangan menjadi penyebab utama lemahnya kinerja ekonomi daerah. “Karena kita masih sangat bergantung pada sektor tambang ini,” ujarnya, Kamis, 25 September 2025.
Menurut Samsudin, saat ini stok konsentrat tambang di AMNT tersedia, namun tidak dapat diekspor akibat ketatnya regulasi pelarangan ekspor mineral mentah. “Stoknya ada, tapi tidak bisa keluar karena belum ada relaksasi dari kementerian. Jadi bukan karena tidak ada barangnya, melainkan aturan ekspornya yang ketat,” jelasnya.
Gubernur NTB disebut telah melakukan konsultasi langsung dengan Kementerian ESDM, guna meminta kebijakan khusus relaksasi ekspor konsentrat. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ekonomi daerah tidak semakin tertekan di tengah situasi yang tidak menguntungkan di sektor tambang. “Pemprov sudah berikhtiar, tinggal menunggu keputusan pemerintah pusat,” ujar Samsudin.
Ia juga menambahkan bahwa ekspor konsentrat diharapkan bisa kembali berjalan, setidaknya hingga proyek smelter (fasilitas pemurnian) selesai dibangun. “Minimal smelter sudah setengah jadi, ada nilai tambahnya. Selanjutnya bisa dikembangkan ke industri turunan lain,” katanya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menunjukkan bahwa pada triwulan II tahun 2025, ekonomi NTB terkontraksi sebesar -0,82 persen, menempatkan NTB di peringkat ke-37 dari 38 provinsi secara nasional. Hanya Papua Tengah yang mencatat pertumbuhan lebih rendah, yakni -9,83 persen.
Kepala BPS NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa kontraksi tersebut hampir seluruhnya disebabkan oleh sektor tambang, yang mengalami penurunan drastis sebesar -29,9 persen. “Kalau di luar tambang, kondisinya baik. Bahkan pertumbuhannya lebih tinggi dibanding triwulan I. Di luar tambang, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) NTB triwulan II mencapai 6,08 persen,” jelas Wahyudin. (bul)

