Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram akan melibatkan Kejaksaan untuk pembebasan lahan kantor wali kota di Jalan Gajahmada, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela. Pelibatan lembaga adhyaksa tersebut, memberikan legal opinion terhadap penyelesaian lahan tersebut.
Sekda Kota Mataram H. Lalu Alwan Basri dikonfirmasi pada, Kamis, 16 Oktober 2025 menjelaskan, rencananya dua lahan yang akan dibebaskan di lokasi pembangunan kantor wali kota tersebut. Yakni, lahan milik toko handpone Atlantis dan milik dr. Mawardi Hamry. Pemilik Toko Atlantis telah sepakat menjual lahan miliknya berdasarkan hasil perhitungan tim appraisal. Sementara, lahan milik mantan Direktur RSUP NT itu belum jelas status kepemilikannya. “Iya, kita tidak tahu bagaimana status kepemilikan ke ahli warisnya,” terang Sekda.
Pihaknya akan melibatkan Kejaksaan untuk memberikan pandangan secara hukum perihal kendala yang dihadapi tersebut. Pemkot Mataram memiliki alternatif lain yakni, menyewa lahan milik dr. Mawardi Hamry sembari menunggu kepastian atas kepemilikan lahan tersebut.
Opsi lainnya adalah pembebasan lahan tetap dilakukan dengan cara menitipkan pembayaran ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Tetapi ini nanti sangat tergantung dari masukan dari Kejaksaan,” ujarnya.
Saat ini lanjut Sekda, lahan milik dr. Mawardi disewa oleh seseorang untuk berjualan buah. Pihaknya akan menelusuri ke siapa tempatnya menyewa tersebut, apakah ke ahli waris atau keluarga lainnya. Tujuannya adalah untuk memastikan status lahan tersebut.
Mantan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Mataram menegaskan, perhitungan atas nilai sewa maupun pembelian lahan melibatkan tim appraisal. “Jadi tetap kita libatkan tim appraisal,” terangnya.
Pemkot Mataram membebaskan dua lahan itu, karena posisinya berada persis di depan lokasi pembangunan kantor wali kota. Lokasi tanah sebenarnya tidak mengganggu proses pembangunan, tetapi secara estetika tidak bagus. Hal ini menjadi pertimbangan sehingga perlu dilakukan pembebasan lahan.
Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, H. Muhammad Ramayoga menjelaskan, bidang aset telah melakukan appraisal terhadap rencana pembebasan lahan milik Toko Atlantis. Berdasarkan perhitungan tim appraisal menyetujui dan bersedia untuk dibebaskan. Sedangkan, lahan milik dr. Mawardi Hamry belum ada kejelasan status peralihan hak milik.
 Solusinya adalah menyewa lahan tersebut, agar proses pembangunan kantor wali kota tetap berjalan. “Rencananya kita akan sewa dulu sambil menunggu kepastian status ahli warisnya. Dagang buah sudah nyewa. Jadi kita bisa sewa juga,” terang Yoga.
Proses penyewaan akan dihitung oleh tim appraisal. Hasil perhitungan akan dijadikan dasar untuk menyewa selama sekian tahun sebelum lahan tersebut dibayar. Yoga menambahkan, ahli waris dari lahan milik dr. Mawardi Hamry, belum ada kepastian secara hukum sehingga menjadi kendala proses pembebasan lahan.
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyebutkan, perhitungan tim appraisal terhadap harga lahan tersebut sekitar Rp500 juta per are. “Kalau tidak salah sekitar Rp500 juta per are,” sebutnya. (cem)

