spot_img
Jumat, November 7, 2025
spot_img
BerandaBREAKING NEWSAkademisi UI Sebut Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Lotim Terbanyak di Indonesia

Akademisi UI Sebut Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Lotim Terbanyak di Indonesia

Selong (suarantb.com) – Universitas Indonesia (UI) menggelar pengabdian masyarakat di Desa Jerowaru Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengangkat tema pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Akademisi dari salah satu kampus terbaik ini sangat prihatin dengan kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kasus menikah usia anak atau “merarik kodek” di Lotim yang diketahui terbanyak se-Indonesia.

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Dr Diana T Pakasi, M.Si., menjawab Suara NTB saat ditemui di sela acara sosialisasi cegah Kekerasan Perempuan di kantor Desa Jerowaru, Sabtu (1/11/2025) lalu mengatakan UI menawarkan rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat dengan salah satu titik fokus cegah pernikahan usia anak.

“Di Indonesia tertinggi adalah NTB dan di NTB, Lotim yang tertinggi,” ungkapnya.

Semenjak dilakukan penelitian oleh para akademisi UI tahun 2016 silam sebenarnya sudah banyak perubahan di Lotim. Pertama, terkait kemitraan antara organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan tokoh masyarakat. Sebelumnya terkesan jalan sendiri-sendiri.

Sekarang sudah mulai muncul kesadaran kolektif dari pada tokoh masyarakat maupun tokoh adat. Beberapa bulan lalu sudah menggelar fokus grup diskusi dengan sejumlah tokoh adat. UI mengajak peran adat dan agama untuk cegah terjadinya pernikahan anak.

Masyarakat adat Sasak sebenarnya sudah punya kearifan lokal bernama belas. Yakni praktik mencegah langsung terjadinya merarik kodek. Praktik belas ini sekarang sudah mulai familiar kembali di tengah masyarakat adat Suku Sasak.

Kegiatan pengabdian masyarakat digelar bersama dengan Lembaga Pengembangan Sumberdaya Mitra (LPSDM) NTB. Kasus merarik kodek memang selama ini memang tidak ada data pasti jumlahnya. Akan tetapi, dilihat dari jumlah kasus kehamilan remaja putri yang dicatat Dinas Kesehatan di Lotim cukup tinggi. Hal ini jelas menunjukkan kasus merarik kodek di Lotim cukup besar. 

UI mencoba melakukan edukasi mencegah pernikahan usia anak. Diakui sekarang sudah banyak regulasi mengatur pencegahan pernikahan usia anak ini. Akan tetapi masih saja banyak yang terjadi. Fenomena inilah coba dibingkar di tengah masyarakat apa sebenarnya menjadi akar masalahnya.

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Didominasi Keluarga Prasejahtera

Terungkap beberapa alasan penyebab adalah pendidikan yang rendah. Pergaulan di tengah remaja perempuan dengan hadirnya medsos menambah kerentanan terjadinya pernikahan usia anak. Praktik budaya patriarki yang salah diartikan. “Kita berupaya bongkar dan agendakan ke depan cegah pernikahan usia anak,” ungkapnya.

Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani menyebutkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih didominasi oleh kalangan keluarga pra-sejahtera. Data menunjukkan kerentanan ekonomi menjadi salah satu faktor pemicu utama yang berpotensi melanggengkan siklus kemiskinan dan kekerasan.

Kekerasan dalam pacaran pada kelompok usia 13-17 tahun tercatat mencapai 1.755 kasus. Sementara itu, perkawinan anak secara keseluruhan di NTB mencapai angka 14.145 kasus, dengan 4.082 di antaranya terjadi di Lombok Timur (Lotim). Kasus-kasus ini banyak terjadi pada keluarga dari desil I (kelompok pendapatan terendah) hingga desil VII.

“Keluarga Pra-Sejahtera paling banyak menjadi lokus kasus kekerasan. Jumlah perempuan menikah di usia anak juga terjadi di seluruh lapisan keluarga,” jelas Ririn Hayudiani.

Menurut Ririn, beberapa faktor yang diduga menjadi akar masalah meliputi pergaulan, tingkat pendidikan, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan tekanan ekonomi. Dampak dari perkawinan anak sangatlah serius. Banyak anak putus sekolah, tidak tamat SMA, dan akhirnya hanya bekerja sebagai buruh cuci dengan upah yang sangat rendah.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan (PP) DP3AKB, Budiman Sateriadi, menjelaskan beberapa langkah pencegahan yang dilakukan. “Kami memberikan sosialisasi dan mengimbau untuk tidak membatasi anak dalam pendidikan. Dengan aktif dalam pendidikan, dengan demikian praktik perkawinan anak dapat dicegah,” ujarnya.

Upaya pemberdayaan berbasis gender dan perlindungan perempuan juga ditingkatkan. “Kami akan meningkatkan kesadaran masyarakat dan remaja untuk tidak menikah di usia anak. Kami akan merangkul lintas sektor untuk bersama-sama mencegah perkawinan usia anak,” pungkas Budiman. (rus)

IKLAN










RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO