spot_img
Senin, November 10, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATBupati Lobar Tolak Revisi KUA-PPAS, APBD 2026 Berpotensi Ditetapkan melalui Perbup

Bupati Lobar Tolak Revisi KUA-PPAS, APBD 2026 Berpotensi Ditetapkan melalui Perbup

Giri Menang (suarantb.com) – Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) di Kabupaten Lobar masih buntu kian memanas. Bupati Lobar H. Lalu Ahmad Zaini secara tegas menolak permintaan legislatif untuk merevisi draf anggaran, terutama yang menyoroti tingginya proporsi Belanja Pegawai (belanja operasi) pasca-pemotongan besar-besaran terhadap alokasi anggaran daerah.

Menurutnya, tuntutan revisi tidak melihat akar masalah yang sebenarnya, yaitu pemotongan substansial pada total anggaran daerah. LAZ membantah narasi biaya pegawai telah melonjak tidak wajar. Persentase Belanja Pegawai yang kini terlihat tinggi di KUA PPAS adalah konsekuensi logis dari penyusutan anggaran secara keseluruhan, bukan akibat adanya kenaikan nominal yang signifikan pada gaji atau tunjangan pegawai.

Anggaran daerah Lobar yang semula dipatok sebesar Rp2,4 triliun (sebagai asumsi total anggaran awal), kini telah mengalami pemotongan drastis hingga hanya menyisakan Rp1,9 triliun.

“Teman-teman menganggap bahwa biaya pegawainya tinggi. Kan anggarannya dipotong. Total anggarannya kan kecil. Pegawai ini sama biayanya. Tidak ada yang berubah, kalaupun naik karena ada yang naik pangkat dan lain sebagainya, kan itu harus memang diakomodir. Enggak ada yang berubah,” tambahnya.

Ia memberikan ilustrasi perhitungan yang mendasari pembelaan tersebut. Jika diasumsikan biaya pegawai tetap berada di kisaran Rp1 miliar, maka persentase belanja tersebut otomatis akan melambung tinggi.

“Kalau terus Rp1 miliar itu biaya pegawai, kan persentasenya itu Rp1 miliar itu kan dari Rp1,9 miliar, bukan dari Rp2,4 miliar. Pasti dia naik,” tegasnya.

Fenomena ini, lanjutnya, adalah efek domino dari kebijakan fiskal di tingkat pusat dan bukan merupakan kegagalan perencanaan oleh Pemda.

Pemerintah Lobar bersikukuh bahwa nilai nominal untuk Belanja Pegawai tetap terjaga sesuai kebutuhan, dan hanya rasio persentase terhadap total APBD yang mengalami perubahan drastis akibat dana transfer yang berkurang. Pihak eksekutif menyayangkan ketidakmampuan dewan dalam memahami gambaran besar pemotongan anggaran dari Pemerintah Pusat. “Bagaimana yang mau direvisi, gitu lho. Seharusnya, teman-teman itu melihat itu. Ini kan dipotong,” kritiknya.

Saat dikonfirmasi mengenai ancaman dari beberapa fraksi yang akan menunda (deadlock) pembahasan KUA PPAS jika eksekutif tidak mengajukan revisi draf, pihak eksekutif menunjukkan sikap yang tidak gentar. “Nggak apa-apa, nggak apa-apa, kan kita sudah siap kok. Tidak masalah,” jawabnya santai. Bupati LAZ menunjukkan ketegasan yang tidak bisa ditawar lagi dalam urusan anggaran ini.

“Keputusan saya sudah bulat,” katanya, menunjukkan bahwa draf yang disodorkan adalah yang terbaik dan paling realistis di tengah kondisi anggaran saat ini.

Selain isu Belanja Pegawai, pihak eksekutif juga menyoroti tuntutan-tuntutan lain dari dewan yang dinilai tidak realistis dan tidak konsisten. Salah satu tuntutan tersebut adalah mengenai alokasi Belanja Publik (Belanja Modal) yang diharapkan mencapai 40 persen dari total APBD, sesuai dengan amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang ditargetkan tercapai penuh pada 2027.

“Di satu sisi juga maunya Belanja Publik 40 persen, enggak mungkinlah dalam kondisi seperti ini. Dari mana mau diambilkan?” kritiknya.

Ia juga menyinggung adanya tekanan untuk mengakomodir pegawai non-database secara keseluruhan, sementara di sisi lain ada larangan untuk melakukan hal tersebut, yang dinilai menunjukkan inkonsistensi. Pihak eksekutif menekankan bahwa polemik anggaran harus berfokus pada kepentingan rakyat secara menyeluruh, bukan didasari oleh kepentingan personal atau kelompok tertentu.

“Yang penting enggak ada rekayasa, enggak ada kepentingan di dalamnya. Coba mari kalau kepentingan sama-sama menghadapi kepentingan rakyat. Di dalamnya itu hanya kepentingan rakyat, bukan personal. Jangan terus ada kepentingan rakyat, personal dibungkus dengan rakyat, gitu lho,” pungkasnya seraya mengajak dewan kembali pada semangat akuntabilitas dan transparansi.

Terakhir Bupati menegaskan bahwa eksekutif tetap terbuka untuk negosiasi konstruktif, tetapi jika musyawarah menemui jalan buntu (deadlock), Pemerintah Lobar akan menggunakan KUA PPAS sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, memastikan pembangunan dan pelayanan publik tetap berjalan.

“Kalau buntu, ya kita sesuai dengan aturan yang ada. Kita akan gunakan sesuai dengan ketentuan yang ada,” imbuhnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, jika DPRD dan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota) tidak mencapai persetujuan bersama terhadap rancangan Perda APBD hingga batas waktu yang ditetapkan (biasanya 31 Desember tahun anggaran berjalan), Kepala Daerah dapat menetapkan APBD melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada, seperti Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, atau Peraturan Wali Kota).

Jika DPRD dan kepala daerah tidak mencapai persetujuan bersama atas Rancangan Perda APBD tahun berjalan sebelum dimulainya tahun anggaran baru, maka bupati (sebagai kepala daerah) dapat menggunakan Perbup yang merujuk pada alokasi APBD tahun sebelumnya. Penggunaan Perkada berarti APBD yang dijalankan mengacu pada anggaran tahun sebelumnya (APBD 2025) atau rancangan yang disesuaikan dengan koridor aturan yang ada. (her)

IKLAN










RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO