Giri Menang (Suara NTB) – Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada Lombok Barat (Lobar) menurut informasi dikurangi hingga di bawah 1.000 TPS. Jumlah ini jauh dibandingkan pilkada 2018 lalu mencapai lebih dari 1.000 TPS. Pengurangan TPS ini pun menimbulkan protes dan penolakan dari Desa maupun Bawaslu. Pasalnya pengurangan TPS tersebut rawan memicu Golput dan kecurangan pada Pilkada nanti.
Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami menegaskan, dari informasi yang diperoleh dari KPU bahwa jumlah TPS dipangkas menjadi sekitar 964. “Info yang kami dapat jumlah TPS berkurang, tapi KPU belum beritahu ke kami melalui surat soal itu,” kata Rizal, kemarin. Penolakan pun terjadi pada penataan TPS tersebut, seperti di Desa Gapuk pihak kades dan Kadus menolak karena tidak ada penambahan TPS sesuai dengan surat yang mereka sampaikan ke KPU dan Bawaslu.
Begitu pula di desa Tempos, ada pemetaan TPS yang DPT dipekrirakan lebih dari 600 orang. Sehingga kemungkinan dari yang tak bisa diakomodir akan dialihkan ke TPS lainnya. “Dan itu menjadi potensi, bisa saja tidak memilih atau golput karena akses memilih sulit. Belum lagi disabilitas, kesulitan mencari TPS yang representatif dekat tempat memilih,”jelasnya. Pihaknya pun sudah melakukan saran perbaikan ke KPU, namun yang ditambah hanya 16 TPS se Lobar dari permintaan masyarakat. Sehingga TPS menjadi 980 TPS.
Sesuai aturan dalam satu TPS maksimal 600 DPT. Namun tidak mungkin mengambil maksimal, untuk mengantisipasi penumpukan. Akibat pengurangan TPS dari pemilu 2.207 TPS menjadi 964. Dan bertambah setelah diberikan masukan saran menjadi 980. Potensi ini sudah diminta pihaknya ke Panwascam untuk di-tracking masalahnya. Termasuk di wilayah Mareje, jangan sampai penataan TPS berdampak terhadap kerawanan terjadi. Kemudian di Tibu Lilin Lembar, TPS di bagian bawah sehingga warga harus turun bukit dengan jarak jauh.
Belum lagi di wilayah Batulayar dan Gunungsari, yang memiliki perbukitan. Belum lagi di Sekotong, harus melewati satu bukit untuk ke TPS. “ini kan berat, kalau tidak ada penambahan TPS di daerah tersebut,”tegasnya. Pihaknya sudah memberikan saran masukan ke KPU, agar menambah TPS. Sebab jika tidak, maka penyelenggara tidak menyediakan akses yang baik. Dan riak-riak penolakan pun terjadi di lapangan. Sehingga itu menjadi bagian dari bahan masukan dan saran tersebut ke KPU.
Sebab menurutnya dalam pemetaan TPS itu berbasis juga pada geografis. “Jangan sampai partispasi nasional yang sudah dicapai 80 sekian persen namun jauh di bawah itu (pada pilkada),” tegasnya.
Sementara itu Kades Kuripan, Hasbi menyorot pengurangan jumlah TPS dari 31 TPS saat Pemilihan Legislatif (Pileg) menjadi hanya 12 TPS. Menurutnya, ini menjadi masalah serius mengingat jumlah wajib pilih yang mencapai 7.000 orang.
Yang paling mencolok di Dusun Karang Rumak, di mana terdapat 900 wajib pilih namun hanya terdapat 1 TPS. “Selain itu, ada 300 pemilih yang pindah ke TPS Sedayu , contoh Karang rumak yang paling jauh jangkauannya ke dusun Sedayu. Ini kan terlalu jauh. Untuk menuju ke TPS Sedayu, pemilih harus melewati jalan berbahaya yaitu jalan Loteng baru menuju dusun Sedayu,”ujar Hasbi. Situasi ini jelas akan menjadi masalah besar bagi pemilih, karena kemungkinan besar mereka tidak mampu atau mau ke TPS.
Mengacu pada Pilkada tahun 2018, Desa Kuripan memiliki jumlah TPS sebanyak 15 TPS. Kondisi tersebut dapat dipertimbangkan oleh KPU untuk menambah atau menyelaraskan jumlah TPS seperti pada tahun 2018, yang jumlahnya mencapai 15 TPS. Penambahan TPS ini perlu dilakukan untuk memastikan semua warga Desa Kuripan dapat mencapai TPS dengan mudah dan aman.
KPU juga perlu memperhatikan lokasi TPS agar memudahkan akses bagi pemilih, terutama yang berada di daerah terpencil seperti Dusun Karang Rumak. Upaya ini penting untuk memastikan hak suara seluruh warga dapat terpenuhi dengan baik.
Sementara itu, ketua KPU Lobar, Lalu Rudi Iskandar mengaku terkait pihaknya telah menerima surat saran dan perbaikan dari Bawaslu. “Dan kami sudah menindaklanjuti berupa membuat jawaban ke Bawaslu, bahwa yang kami lakukan adalah berdasarkan instruksi dari KPU RI,”tegasnya.
Pihak KPU RI sudah melakukan pemetaan TPS sementara berdasarkan data hasil sinkronisasi di DP4 dengan data penduduk terakhir. Ini yang dibagi rata oleh KPU RI dan diberikan ke KPU Lobar. Per TPS jumlah DPTnya dari 570 dan maksimal 600 orang.
Yang sebetulnya kalau di UU nomor 10 tahun 2016, jumlah DPT 800 orang per TPS pada Pilkada. Sehingga KPU RI mengurangi, dan diberikan margin dari 570-600 DPT per TPS. Dan menurutnya pengurangan yang dilakukan pihaknya dari 800 ke 600 pun cukup banyak dikurangi.
“Itu yang menyebabkan jumlah TPS hasil pemetaan sementara KPU RI jumlahnya 968 TPS, dan kami pun merasa ini masih kurang,” ujarnya. Sebab bagaimana pun kalau melihat beberapa kriteria, seperti tidak menggabung dua desa di satu TPS, tidak memisahkan satu keluarga di TPS berbeda. Dan mempertimbangkan geografi, jarak waktu tempuh ke TPS. Dengan berkurangnya TPS ini sulit terpenuhi beberapa kriteria tersebut.
Seperti di daerah yang memiliki geografis di pegunungan, sulit dijangkau, dan sebaran penduduk jarang. Sehingga berpotensi pemilih sulit ke TPS, berdampak pada partispasi pemilih. “itu yang kami khawatirkan,”tegasnya.
Atas pertimbangan itu, pihaknya telah meminta tambahan jumlah TPS hingga 984. “Itu tambahan dari KPU RI, kita lobi,”katanya. (her)