Mataram (Suara NTB)- Pemprov NTB melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gili Tramena kembali mengajak masyarakat untuk bekerjasama untuk memanfaatkan lahan Pemprov NTB seluas 65 haktare usai putus kontrak dengan PT GTI. Dengan menggunakan regulasi yang baru, masyarakat hanya membayar retrebusi Rp2,5 juta per are per tahun.
Kepala UPTD Gili Tramena Mawardi Khairi mengatakan, kini pihaknya menggunakan Perda No 2/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk menggaet kerjasama dengan masyarakat yang akan atau sedang menggunakan lahan Pemprov untuk berusaha.
Mawardi mengatakan, Pemprov NTB hanya bisa menarik retribusi berdasarkan jumlah yang sudah ditentukan, sehingga Pemprov NTB tak mengenakan nilai tambah terhadap pemanfaatan asset di Gili Trawangan. Masyarakat hanya membayar sewa lahan ke Pemprov NTB dengan berasan Rp2,5 juta per are.
Namun demikian, ketentuan baru itu hanya berlaku di tahun pertama saja. Setelah tahun kedua atau ketiga, Pemprov akan melakukan evaluasi besaran retribusi yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan di lahan milik Pemda.
“Kita akan evaluasi terhadap sektor bisnisnya. Kan di tahun kedua dan ketiga sudah bisa kita lakukan evaluasi,” kata Mawardi Khairi kepada Suara NTB, Jumat (19/04) kemarin.
Menurutnya, setelah dilakukan evaluasi di tahun kedua, nantinya akan berbeda jumlah retrebusi ke daerah sesuai dengan jenis usaha misalnya untuk hotel, penginapan, bungalow, restoran dan usaha lainnya.
“Setelah sewa tanah, nanti di tahun kedua akan dihitung nilai komersil atau nilai tambah terhadap pemanfaatan lahan milik Pemprov NTB. Masyarakat pun sudah setuju bahwa di tahun kedua akan ada penyesuaiann retribusi,” katanya.
Dengan menggunakan regulasi terbaru ini, target PAD Gili Trawangan di tahun 2024 masih tetap sama yaitu sebesar Rp5 miliar. Adapun total potensi retribusi sewa tanah di Gili Trawangan sebesar Rp 12,5 miliar jika semua dunia usaha sudah berkontrak dengan Pemprov NTB.
Untuk diketahui, hingga saat ini masyarakat yang sudah berkontak dengan Pemprov NTB sebanyak 239 usaha dari total 600 usaha di sana. Sebanyak 15 usaha sedang dalam proses kontrak usai lebaran ini. Sementara sekitar 350 usaha masih tetap dilakukan pendekatan agar mereka mau berkontrak dengan Pemprov NTB selaku pemilik sah lahan eks pengelolaan GTI.(ris)