spot_img
Kamis, Maret 13, 2025
spot_img
BerandaNTBBentengi Marwah Pers dari Oknum yang Ambil Keuntungan dari Profesi Jurnalis

Bentengi Marwah Pers dari Oknum yang Ambil Keuntungan dari Profesi Jurnalis

Mataram (Suara NTB) – Wartawan yang tergabung dalam berbagai organisasi dan forum menggelar silaturahmi dan konsolidasi di Nostalgic Eatery and Café, Jumat, 7 Februari 2025. Kegiatan yang diinisiasi Komunitas Pewarta Inspiratif (KOPI) ini menggandeng Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB, Forum Wartawan Pemprov NTB, Forum Wartawan Parlemen (FWP), Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka), dan Forum Jurnalis Perempuan (FJP).

Dalam silaturahmi dan konsolidasi yang menghadirkan pembicara Ketua IJTI NTB Riadis Sulhi, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB Hans Bahanan, menghasilkan kesepakatan bersama membentengi marwah jurnalistik, dari oknum-oknum yang mengambil keuntungan dari profesi jurnlis.

Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi dalam mengungkapkan, fenomena yang terjadi saat ini bermuara pada hadirnya orang – orang yang mengaku sebagai wartawan di beberapa institusi. Dari hasil penelusurannya, banyak di antara pihak yang mengaku sebagai wartawan tersebut berprofesi ganda sebagai debt collector (penagih utang).

Kehadiran mereka kerap tidak mengedepankan etika profesi wartawan, baik dalam perilaku, teknik wawancara hingga dalam penulisan berita. Hal ini memicu stigma negatif atau anggapan buruk dari narasumber, dan menyamakan dengan profesi wartawan secara umum.

Menurutnya, hal- hal seperti ini yang harus dirumuskan bersama untuk membuat filter yang jelas dalam menjaga marwah profesi wartawan. Dalam hal ini, organisasi wartawan lebih awal memberikan pemahaman kepada para narasumber mengenai wartawan yang sebenarnya daripadai wartawan yang hanya bermodalkan ID card.

Diakuinya, pihak yang mengaku sebagai wartawan ini memanfaatkan kemudahan digital, dengan membuat website atau portal berita sendiri dengan mudah. Mereka membuat ID Persnya sendiri, mengupload berita langsung dari rilis yang dikirim institusi, tanpa diolah dulu dengan teknis atau pedoman  yang semestinya dalam membuat  produk berita. ‘’Dan parahnya merasa diri paling wartawan dibanding wartawan sebenarnya, bahkan hingga meminta kompensasi  terhadap  jasa muat berita yang ditayangkan,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan peran forum-forum wartawan di tiap pos atau sektor liputan, dapat lebih aktif mengkampanyekan kredibilitas profesi wartawan kepada narasumber. Hal ini juga sejalan dengan tuntutan Dewan Pers yang menggencarkan program Uji Kompetensi Wartawan / Jurnalis, sebagai pembeda dan jenjang profesi yang harus dimiliki pewarta.

Hal senada juga disampaikan Ketua AMSI NTB, Hans Bahanan. Hans Bahanan menekankan perlu ada pagar pembatas antara mereka yang mengaku sebagai wartawan dengan wartawan yang sebenarnya. Dalam hal ini, organisasi wartawan yang resmi tidak boleh membiarkan oknum wartawan ini membawa nama profesi, karena citra profesi wartawan secara umum. (ham)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO