spot_img
Rabu, Januari 15, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMPOLITIKKetua Komisi III Sebut Predikat WTP Tak Jamin Bebas Korupsi

Ketua Komisi III Sebut Predikat WTP Tak Jamin Bebas Korupsi

Mataram (Suara NTB) –Meski laporan keuangan Pemprov NTB tahun 2024 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Namun opini WTP tersebut tidak menjamin keuangan daerah bebas dan bersih dari korupsi.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTB, TGH. Mahalli Fikri. Menurutnya bahwa predikat WTP yang diraih tersebut bukan lagi sebuah prestasi yang membanggakan. Sebab predikat WTP tersebut tidak utuh menggambarkan pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan baik.

“WTP sudah tidak lagi bisa menjadi kebanggaan, karena tidak menunjukkan atau membuktikan sebuah daerah pengelolaan keuangannya benar – benar baik,” ucap Mahalli Fikri usai BPK memberikan opini WTP yang ke-13 kalinya pada tahun 2024 ini.

Dikatakan politisi partai Demokrat itu bahwa opini WTP dari BPK tersebut sama sekali tidak menggambar tata kelola keuangan yang bebas dari korupsi. Sebab audit BPK tersebut hanya bersifat administratif. Sehingga rekomendasi yang diberikan BPK pun sifatnya juga administratif.Karena itu ia tidak terlalu berbangga dengan prestasi WTP yang sudah didapatkan Provinsi NTB selama 13 kali berturut-turut itu, sejak tahun 2011 lalu. “Apa lagi aman dan selamat dari korupsi,” kata Mahalli.

Diketahui meskipun mendapatkan opini WTP, namun BPK juga memberikan sejumlah catatan atas temuan-temuan. Salah satunya temuan kekurangan volume dan kualitas hasil pekerjaan atas Belanja Persediaan untuk Dijual/Diserahkan kepada Masyarakat Tahun 2023 pada Dinas Perumahan dan Permukiman. Yakni temuan kelebihan pembayaran atas pekerjaan senilai Rp342,81 juta dan terdapat kekurangan volume dan kualitas pekerjaan senilai Rp969,96 juta.

Dikonfirmasi terkait hal itu, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Ibnu Salim menyampaikan bahwa pihaknya akan mempelajari rekomendasi BPK tersebut. Apakah temuan-temuan BPK tersebut murni persoalan administrasi atau ada unsur kesengajaan.”Kalau kelebihan pembayaran itu akibat kesengajaan, atau direncanakan. Tentu itu tidak akan ditoleransi dan BPK paham itu. Tetapi kalau akibat administrasi juga bisa berdampak pada kelebihan bayar,” kata Ibnu Salim.

Ibnu Salim pun memastikan bahwa pihaknya akan langsung bergerak untuk melaksanakan rekomendasi BPK tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan yakni 60 hari. Pihaknya pun akan melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang terkait.

“Tetap kita akan tindaklanjuti, sesuai dengan ketentuan, harus selesai dalam waktu 60 hari. Kalau itu tidak diselesaikan maka nanti itu akan jadi atensi pihak sebelah (aparat penegak hukum). Waktu 60 hari itu juga bukan hanya pengembalian uang, tapi pernyataan atas komitmen untuk pengembalian, maka harus kita lakukan komunikasi,” pungkasnya. (ndi).

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO