Mataram (Suara NTB) – Sejumlah anggota DPRD NTB dari berbagai fraksi resmi mengajukan usulan hak interpelasi terkait masalah pengelolaan proyek yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) pada tahun anggaran 2024. Usulan tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2025.
Surat usulan hak interpelasi diserahkan oleh anggota DPRD NTB dari Fraksi Gabungan Persatuan Perjuangan Restorasi (PPR), Muhammad Nashib Ikroman, yang lebih dikenal dengan sebutan Achiep. Dalam penjelasannya, Achiep menyatakan bahwa usulan tersebut telah memenuhi syarat yuridis untuk diajukan.
“Ini adalah hak politik anggota DPRD yang tidak melekat pada Alat Kelengkapan Dewan (AKD), dan secara yuridis sudah memenuhi syarat untuk diajukan. Selanjutnya, pimpinan dan fraksi-fraksi akan menindaklanjuti apakah usulan ini disetujui atau tidak,” ujarnya.
Achiep menambahkan, usulan hak interpelasi ini didukung oleh 14 anggota DPRD yang berasal dari empat fraksi, sehingga memenuhi syarat minimal, yakni dukungan dari 10 anggota dari lebih dari satu fraksi.
Alasan pengajuan hak interpelasi, menurut Achiep, adalah banyaknya laporan dari masyarakat terkait pengelolaan DAK. “Banyak masalah terkait penggunaan DAK ini, mulai dari anggaran untuk lingkungan hidup hingga administrasi kependudukan. Kami bertugas mengawasi penggunaan DAK yang sudah ditetapkan dalam APBD,” tegasnya.
Selain itu, Achiep menegaskan bahwa tujuan hak interpelasi ini adalah untuk membandingkan pengelolaan DAK di NTB dengan daerah lain sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah ke depan. Ia juga menyoroti bahwa sering kali penggunaan DAK menimbulkan kontroversi di masyarakat. “Kami melihat ada potensi untuk merubah pola eksekusi pengelolaan DAK, mengingat pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menentukan pola pengelolaan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar, Hamdan Kasim, yang juga merupakan inisiator pengajuan hak interpelasi, menyatakan bahwa masalah DAK telah menimbulkan kekisruhan di masyarakat. Berdasarkan kesepakatan antara empat fraksi, mereka mengusulkan hak interpelasi sesuai dengan Pasal 52 tentang hak interpelasi DPRD.
“Anggaran DAK untuk fisik sekitar Rp 400 miliar lebih, sementara untuk non-fisik mencapai Rp 1,6 triliun. Kami bersama teman-teman sepakat mengajukan hak interpelasi karena isu ini sudah menjadi perbincangan di tengah masyarakat,” jelas Hamdan.
Hamdan menambahkan bahwa sesuai dengan Pasal 92 Ayat 2 dalam tata tertib DPRD, hak interpelasi dapat diajukan oleh minimal 10 anggota DPRD NTB. “Kami ingin memanfaatkan hak kami sebagai anggota dewan. Dengan dukungan 14 anggota dari empat fraksi, usulan ini kami serahkan kepada pimpinan,” kata Hamdan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda, menyatakan bahwa pengusulan hak interpelasi yang diajukan oleh 14 anggota DPRD tersebut akan segera dibahas bersama pimpinan DPRD NTB. “Kami akan membahas usulan ini pada tingkat selanjutnya, karena kami baru saja menerima suratnya,” kata Isvie.
Isvie juga meminta masing-masing komisi untuk segera menyampaikan laporan hasil pembahasan dengan OPD mitra kerja yang mengelola DAK. Laporan tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menanggapi usulan hak interpelasi tersebut.
“Sejauh yang kami ketahui, alokasi DAK tidak ada masalah. Kami belum menerima laporan adanya penyimpangan atau penyalahgunaan DAK ini. Dari BPK atau aparat penegak hukum juga belum ada temuan. Namun, kami ingin mendapatkan informasi resmi dari komisi-komisi terkait,” tegas Isvie.
Adapun 14 anggota DPRD yang mengusulkan hak interpelasi tersebut adalah sebagai berikut:
Fraksi Golkar: Hamdan Kasim dan Efan Lemantika
Fraksi Partai Demokrat: Indra Jaya Usman, Rahadian Seodjono, Lalu Zaenul Hamdi, Abdul Rauf, Azhar, dan Syamsul Firki
Fraksi Gabungan Persatuan Perjuangan Restorasi (PPR): Muhammad Nashib Ikroman, Sholah Sukarnawadi, Abdul Rahim, Raden Nuna Abdiradi, dan Raihan Anwar
Fraksi Gabungan Amanat Bintang Nurani Rakyat (ABNR): Muhammad Amirullah (ndi)