Mataram (Suara NTB) –Harga telur mengalami kenaikan di tingkat peternak. Menyusul terjadinya kenaikan harga telur secara nasional. Kenaikan harga telur ini bersamaan dengan datangnya bulan puasa Ramadhan 1445H/2024. Devi Handayani, salah satu karyawan swasta di Kota Mataram merespon kenaikan harga telur ini sebagai beban tambahan pengeluaran di tengah tak naik-naiknya pendapatan.
“Telur ini makanan yang paling simpel diolah. Bisa diceplok langsung digoreng, bisa juga direbus. Dan kandungan proteinnya tinggi. Jadi, telur ini sudah jadi kebutuhan,” katanya. Telur menjadi salah satu kebutuhan pangan strategis yang harus ada di dapur. Dengan tiga orang keluarga, sekali konsumsi minimal 3 butir, telur satu trai yang disiapkannya tak sampai dua minggu habis dikonsumsi.
“Sekarang telur naik, setelah beras harganya tinggi. Bisa-bisa kita hanya akan makan tahu tempe saja yang murah meriah dan menyehatkan,” kata Handayani. Ketua Perhimpunan Peternal Unggas Rakyat NTB, Ervin Tanaka mengatakan, secara nasional harga telur saat ini mengalami kenaikan. Terutama di Pulau Jawa. Kenaikan harga ini kemudian diikuti kenaikan harga telur di daerah lain, salah satunya di NTB.
“Kalo harga telur naik momen bulan ramdahan. Hal yang wajar. Masyarakat sudah faham. Karena kebutuhan-kebutuhan yang lain juga naik,” katanya. Saat ini harga telur ukuran besar di tingkat kendang peternak antara Rp59.000/trai, sampai Rp60.000/trai. Sebelum Ramadhan harganya Rp55.000/trai. Sementara telur ukuran kecil, di tingkat peternak harganya Rp50.000/trai.
“Di Jawa harga telur perkilo sudah Rp28.000 sampai Rp29.000 atau sekitar Rp58.000/trai. Jika ditambah dengan ongkos kirim ke NTB, harganya bisa mencapai Rp60.000an/trai. Telur lokal kita lebihnya pasti fresh. Karena dipanen langsung dibawa ke pasar,” ujarnya, Kamis (14/3) kemarin. Ervin menambahkan, kenaikan harga telur ini juga dipicu kenaikan harga jagung yang cukup tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Sementara jagung adalah komponen yang cukup penting dalam komposisi pakan.
Peternak-peternak yang tidak siap dengan kenaikan harga bahan baku pakan ini tentu lebih memilih tidak mengisi kandang-kandang ternaknya. Meski demikian, lanjut Ervin, untuk wilayah NTB menurutnya produksi telur masih cukup memadai dari kebutuhan di dalam daerah.
“Produksi telur di dalam daerah kita sih masih bisa mencukupi untuk kebutuhan lokal. Kalaupun kurang, tidak terlalu besar dan kita harapkan telur dari luar ini lantas tidak dimasukkan secara massif untuk melindungi eksistensi peternak unggas lokal yang masih bertahan,” harapnya. (bul)