spot_img
Senin, Januari 13, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATDihadang Warga, Pengecekan Lahan Sengketa Gili Sudak oleh PN Mataram Gagal

Dihadang Warga, Pengecekan Lahan Sengketa Gili Sudak oleh PN Mataram Gagal

Giri Menang (Suara NTB) – Upaya dari Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Mataram turun melakukan Konstatering atau pengecekan untuk pencocokan batas-batas tanah sengketa di Gili Sudak Kecamatan Sekotong Lombok Barat pada Kamis 21 Maret 2024. gagal dilakukan. Menyusul adanya warga yang menghadang juru Sita tersebut. Selain itu pihak tergugat telah melakukan upaya perlawanan atas penetapan eksekusi tersebut.

Kuasa Hukum dari pihak Awanadhi Aswinabawa., Kurniadi mengatakan kliennya adalah pioneer yang membuka wilayah Gili Sudak untuk sektor pariwisata. Yang memperoleh tanah itu dengan cara yang sah. “Awanadi membeli tanah dengan kondisi sudah bersertifikat. Sertifikat tertera tahun 2005 atas nama H.Lalu Nasib. Awanadi membelinya pada tahun 2011, dan kemudian di balik nama tahun 2012,” jelas Kurniadi.
Setelah balik nama, Awanadhi membangun objek wisata di tanah tersebut. Seperti bungalow dan restoran yang beroperasi sampai saat ini. “Tidak ada yang keberatan dengan hal itu,” jelasnya.

Pada tahun 2017, tiba-tiba datang orang yang mengakui bahwa dirinya lah pemilik tanah tersebut. Dengan dasar jual beli diduga bawah tangan pada tahun 1974. Artinya, tidak dilakukan dengan mekanisme aturan keagrariaan. Kemudian dilegalisasi bukan oleh pejabat setempat. Legalisasi dilakukan di Ampenan, yang seharusnya disahkan oleh Kepala Desa Sekotong Barat. “Jadi kan tidak cocok. Padahal lokasinya ada di Sekotong,” jelasnya.
Jika berbicara logis orang yang mengaku memiliki tanah tersebut sejak tahun 1974 itu harusnya telah menguasainya. Entah dengan beraktivitas, membuka bisnis, bercocok tanam dan sebagainya. Hal tersebutlah yang mengindikasikan bahwa trik. “Ini kan tidak logis, sertifikat yang dari 2005 kemudian dimanfaatkan sejak 2012 sampai sekarang. Lalu kenapa dipermasalahkan sekarang?” tanyanya dengan heran.

Dasar gugatan atas dasar Peninjauan Kembali (PK) untuk menentukan batas luas dan letak. Dalam gugatan pemohon eksekusi tersebut didasari atas pemetaan dan pengukuran kadastral yang bertujuan untuk menerbitkan sertifikat. Dengan BPN harus terjun untuk mengukur, memasang patok, dan melakukan sandingan.“Ini yang kami lakukan perlawanan yang kami lakukan,’’ ujarnya.

Atas permohonan eksekusi yang dilakukan ada dua pihak yang melakukan perlawanan. Pertama dari Awanadhi dan Debora Sutanto. Kurniyadi mengaku tetap menghormati keputusan PK tersebut. Tetapi berbicara prinsip kepastian hukum, ini merupakan upaya perlawanan atau bantahan yang sudah masuk ke pengadilan. “Bu Debora sidangnya sudah mulai berjalan. Dan untuk Awanadhi sidang pertama di tanggal 28 Maret nanti,” bebernya.
Beberapa substansi yang dipermasalahkan seperti posisi, letak, luas dan sebagainya. Kemudian amar yang tidak komplit, yang dalam amar putusannya tidak ada perintah untuk membongkar. “Sehingga mereka tidak bisa membongkar ini. Karena mereka harus lakukan sesuai amar putusan. Itu juga kelemahannya,” jelasnya.

Untuk itu, masyarakat bergerak dan menolak tanpa terkoordinir. Masyarakat mendapatkan informasi, bahwa akan ada tahapan eksekusi yang dilakukan oleh Muksin Maksun yang menang berdasarkan pertinjauan kembali. Dengan tegas, Kurniadi mengatakan tidak ada sama sekali orang dengan nama Muksin Maksun yang dikenal oleh masyarakat setempat.
“Masyarakat yang turun tadi, adalah masyarakat setempat, sekitar yang tahu silsilah. Tapi ini asing bagi mereka,” jelasnya.

Senada dengan itu, Kuasa Hukum dari Debora Sutanto yakni Andi Yusuf juga mengatakan bahwa tanah dibeli Debora dengan sertifikat pada tahun 2015. Artinya, sertifikat sudah beralih beberapa kali hingga ada pada tangan Debora. “Tetapi kenapa tiba-tiba 2017 ada yang mengaku pemilik atas tanah ini Muksin Maksun. Saya tidak tahu, padahal saya selalu disini menjaga tanah ini,” kata Andi.

Sementara itu, Hendi Ronanto, SH., MH., selaku Kuasa Hukum pihak Penggugat yang mengaku dimenangkan MA menyanggah apa yang disampaikan pihak pengacara Awanadhi Aswinabawa.
Dimana juru sita pengadilan yang mau turun ke lahan Gili Sudak sekitar pukul 12.00 siang bukan eksekusi lahan. Melainkan tim juru sita melakukan Konstatering atau pencocokan objek terhadap objek sengketa di Gili Sudak.
Pihaknya dimenangkan, dimana negara melalui lembaga yudikatifnya telah mengeluarkan putusan MA yang memenangkan pihaknya. “Kami memegang Putusan PK nomor 366 tahun 2023 bulan Agustus. Kami menang,” jelasnya.

Karena pihaknya menang PK, maka negara memberikan hak ke kliennya atas lahan tersebut, sehingga pihaknya bertindak bukan di luar hukum yang berlaku. Dikatakan konstatering ini bagian dari proses prosedur menuju eksekusi lahan yang dimohonkan oleh kliennya. Terkait kapan eksekusi lahan? Itu kata dia, ditentukan oleh pihak Ketua Pangadilan Negeri Mataram.

Ia menambahkan, pengajuan permohonan eksekusi itu dilakukan atas dasar putusan MA yang sudah Incraht atau berkekuatan hukum tetap atas hak dari kliennya.
Kliennya sendiri merupakan ahli waris dari pemilik lahan itu, yang membeli secara adat pada tahun 1974. Dan itu diakui oleh negara. Mereka yang pertama hadir di lahan itu. Dan lahan itu digarap oleh dua warga, yang telah bersumpah di persidangan. Kemudian lahan dalam proses sengketa, sidang pertama di PN Mataram, pihaknya dimenangkan. Kemudian pihak tergugat melakukan upaya banding, pihaknya juga menang.

Pihaknya kalah pada tingkat kasasi, kemudian pihaknya ajukan PK ke MA. Dan pihaknya pun dimenangka, sehingga pihaknya mengajukan permohonan eksekusi. Pihaknya juga meminta agar kubu tergugat menghormati putusan MA ini, bahkan Putusan MA memerintahkan segera melakukan pengosongan. Terhadap adanya indikasi intimasi dengan berupaya menghalangi Juru Sita, maka pihaknya pun akan mengambil langkah hukum. (her)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO