Mataram (Suara NTB) –Politik identitas dan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) seolah menjadi komoditas pada setiap perhelatan kontestasi politik di tanah air. Tetapi berbeda halnya dengan pemilihan kepala daerah di Kota Mataram. Isu agama sangat minim muncul. Hal ini tidak terlepas dari kedewasaan dan tolerasi pemilih.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mataram, Zarkasyi menjelaskan, potensi gangguan keamanan saat kontestasi politik pasti akan terjadi di seluruh kabupaten/kota maupun provinsi. Kerawanan itu muncul pada tahapan pendaftaran, kampanye, dan perhitungan suara. Artinya, tahapan yang memobilisasi masa memiliki risiko gangguan yang lebih tinggi daripada yang lain.
Karena itu, pemerintah bersama TNI-Polri menyiapkan skenario pengamanan agar pelaksanaan kontestasi politik berjalan aman dan lancar. “Semua aktivitas masyarakat memiliki resiko masing-masing, termasuk di pilkada,” terang Zarkasyi.
Mantan Camat Mataram ini menegaskan, isu yang berkembang saat pilkada sangat tergantung dari kepentingan dari masing-masing kelompok. Paling lumrah terjadi adalah isu pembangunan. Selama ini, minim bahkan tidak ada isu yang sifatnya menjurus pada SARA, pribadi, dan lain sebagainya. Jika paslon tertentu menggiring isu agama maka akan merugikan diri pribadinya. Masyarakat Kota Mataram adalah pemilih cerdas, sehingga dapat memilih dan memilah informasi. “Isu agama bukan jualan untuk politik di sini. Masyarakat kita sudah dewasa dan cerdas-cerdas,” tegasnya.
Berbeda halnya dengan isu pembangunan yang justru menjadi pemantik paslon untuk mencari dan melahirkan inovasi di bidang pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pilkada serentak pada 27 November 2024 harus dilihat oleh masyarakat menjadi hal yang biasa dan menjadi wadah untuk menyalurkan hak politiknya. Kalaupun ada calon yang didukung tidak membuat terlalu berlebihan untuk memberikan dukungan. “Silakan mendukung siapapun calon, tetapi tidak secara berlebihan,” ujarnya.
Namun demikian, pihaknya juga perlu mengantisipasi isu agama sebagai jualan politik bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Salah satu caranya adalah sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat. (cem)