Mataram (Suara NTB) – Fenomena sempitnya lahan pemakaman umum di Kota Mataram akan menjadi bom waktu. Jumlah tempat pemakaman umum tidak sebanding dengan padatnya penduduk. Pemerintah perlu mewajibkan pengembang perumahan menyediakan lahan pemakaman sebagai kompensasi terhadap tanggungjawab sosial mereka.
Anggota DPRD Kota Mataram, Abdurrahman menegaskan, semakin sempitnya lahan pemakaman di Kota Mataram akan menjadi bom waktu bagi pemerintah. Permasalahan ini harus dicarikan solusi dengan mencarikan lahan pemakaman yang berdekatan dengan kota. Penggunaan teknologi untuk pengelolaan makam seperti pemakaman susun bertentangan dengan agama Islam dan dipastikan menuai pro-kontra. “Kita tidak mungkin menggunakan teknologi untuk pemakaman karena di agama Islam tidak boleh membuat pemakaman susun,” terangnya.
Di satu sisi, pengembang perumahan di Kota Mataram cukup banyak sehingga pemerintah harus mewajibkan pengusaha perumahanan menyediakan lahan pemakaman sebagai bentuk tanggungjawab sosial mereka.
Politisi Partai Gerindra ini menyesalkan, polemik ini sering berulang seperti warga dari luar NTB, kesulitan mendapatkan lahan pemakaman. Padahal, Mataram sebagai magnet untuk menarik warga luar untuk datang sehingga akses untuk lahan pemakaman harus terpenuhi. “Kalau yang dari Pulau Lombok tidak ada masalah. Jenazahnya dibawa pulang ke kampung halaman. Tetapi bagaimana dengan warga dari luar daerah,” jelasnya.
Tidak dipungkiri sering terjadi penolakan warga luar Kota Mataram dimakamkan di TPU. Rahman meminta pemerintah harus mencarikan solusi secepatnya agar masalah sosial itu tidak terulang kembali. “Agak lucu kalau sesama muslim menolak muslim lainnya untuk dimakamkan,” kritiknya.
Kepala Lingkungan Ansor, Kelurahan Jempong Baru, Lalu Wahidin mengeluhkan semakin sempitnya lahan pemakaman di Kota Mataram. Penyediaan lahan pemakaman ini dinilai menjadi kepentingan bagi masyarakat karena semakin padatnya jumlah penduduk. “Sehingga, isu sempitnya lahan pemakaman ini terus didesak warga di setiap musyawarah,” keluhnya.
Setiap warga yang meninggal terus menimbulkan persoalan. Terkadang jenazah harus dipulangkan ke daerah asal mereka karena tidak tersedianya lahan pemakaman. Langkah memulangkan jenazah ke kampung halaman dinilai bukan solusi, karena masih ada keluarga mereka yang menetap di Ibukota Provinsi NTB tersebut. “Hampir 90 persen jenazah warga di Lingkungan Ansor dipulangkan. Tahun ini, sudah 6 jenazah dibawa pulang ke Lombok Timur dan Lombok Tengah,” sebutnya.
Pihaknya berinisiatif bersama warga membentuk rukun kematian secara swadaya mengeluarkan uang sebesar Rp2,5 juta-Rp3 juta untuk membeli lahan pemakaman. Program ini sudah berjalan dan berupaya mencari lahan untuk pemakaman, tetapi diharapkan ada intervensi dari Pemerintah Provinsi NTB dan Pemkot Mataram untuk mencarikan solusi. (cem/ulf)