Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si – Kepala Bappeda Provinsi NTB
Serial 2 : NTB EMAS 2045 – Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Provinsi NTB Tahun 2025-2045
Dalam RPJPD NTB 2025-2045 salah satu kata kunci dalam rumusan visi daerah adalah NTB sebagai provinsi kepulauan. Selama ini kita seringkali mengidentifikasi wilayah provinsi NTB terdiri atas dua pulau besar yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta pulau-pulau kecil yang disebut dengan gili. Identifikasi itu tidak diikuti dengan melihat secara detail luasannya, sehingga tidak pernah terpikirkan secara serius untuk mengoptimalkan pengelolaannya. Berpuluh-puluh tahun kita hanya mengenal dan mengedepankan NTB sebagai daerah agraris, lumbung pangan (terutama beras). Kita kurang perhatian terhadap potensi kepulauan atau kemaritiman yang dimiliki NTB, sehingga kekayaan yang demikian besar belum dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB, seluruh potensi sumberdaya alam yang ada harus dapat dioptimalkan. Dalam kaitan inilah potensi kepulauan kita perlu didayagunakan dengan sebaik-baiknya. Dengan pendekatan kepulauan dalam melihat potensi kekayaan sumberdaya alam yang ada di NTB; maka terbuka peluang yang sangat besar dan luas sebagai modal pembangunan untuk memacu kemajuan ekonomi daerah. Konsep Provinsi Kepulauan mengoptimalkan potensi wilayah NTB yang terdiri dari pulau utama dan pulau-pulau kecil, yang mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Mewujudkan NTB EMAS 2045 merupakan upaya untuk mendorong kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, kemandirian energi, dan lingkungan hidup yang lestari.
Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NTB Tahun 2024-2044, luas wilayah administrasi Provinsi NTB mencapai 4,7 juta hektar. Wilayah daratan mencapai 1,9 juta hektar (41%) dan wilayah lautan mencapai 2,7 juta hektar (59%), dengan wilayah pengelolaan laut sejauh 12 mil. Wilayah daratan meliputi 8 kabupaten dan 2 kota. Panjang garis pantai mencapai 2.999,33 km. Selanjutnya wilayah lautan terdiri atas 27 toponim perairan. Secara geografis, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari gugusan pulau, yang meliputi dua pulau utama, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, serta 401 pulau kecil atau gili. Luas perairan laut lebih tinggi dari luas daratan menggambarkan provinsi yang memiliki sumber daya kelautan yang sangat potensial dan kaya. Dengan gambaran spasial ini menunjukkan Provinsi NTB merupakan kepulauan dengan wilayah laut yang lebih dominan dibanding wilayah daratan.
Perencanaan pembangunan daerah di Provinsi NTB dirancang dengan pendekatan berbasis kepulauan, sebagai cara pandang strategis untuk mencapai visi pembangunan daerah yang berkelanjutan. Sebagai provinsi kepulauan, perencanaan pembangunan NTB berfokus pada optimalisasi potensi sumber daya alam daerah, dengan memperkuat posisi strategis NTB yang sebelumnya dikenal sebagai lumbung beras, menjadi lumbung pangan yang lebih luas, mencakup potensi sumber daya kelautan dan perikanan serta kehutanan. Namun kenyataannya arah kebijakan pembangunan selama ini sangat dominan untuk mengelola wilayah daratannya. Dalam dua puluh tahun ke depan, potensi wilayah daratan dan perairan (lautan) harus dapat dikelola secara terpadu sebagai modal dasar yang sangat besar untuk diusahakan dan dikembangkan menjadi sumber penghidupan rakyat maupun sumber pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Saat ini, kita perlu memperbaiki cara pandang kita dalam melihat wilayah provinsi NTB sebagai suatu wilayah kepulauan; sehingga posisi strategis NTB sebagai daerah agraris dapat diperluas dan disempurnakan sebagai daerah maritim dengan kekayaan perairan atau kemaritiman yang sangat besar. Paradigma kepulauan inilah yang akan mengintegrasikan potensi agraris dan potensi kemaritiman menjadi potensi agromaritim sebagai satu kesatuan. Agromaritim menurut Dewan Guru Besar IPB (2021) menekankan integrasi pengelolaan wilayah darat dan laut secara inklusif melalui pendekatan sistem sosial, ekonomi dan ekologi yang ditunjang oleh penguatan infrastruktur, sumberdaya manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga potensi wilayah darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimum.
Paradigma kepulauan dalam pembangunan NTB kedepan sangat penting sehingga peluang diversifikasi ekonomi terbuka luas untuk meningkatkan produktivitas daerah. Itulah sebabnya dalam RPJPD NTB 2025-2045 NTB sebagai provinsi kepulauan dinyatakan secara tegas; sebagai suatu komitmen untuk memulai menggunakan paradigma kepulauan dalam pengelolaan sumber daya alam yang menjadi kekayaan daerah provinsi NTB.
Keseluruhan wilayah agromaritim di Provinsi NTB merupakan sumber kemandirian bahan pangan daerah.Ke depan, langkah penting yang perlu direncanakan secara komprehensif adalah mengoptimalkan sumber daya penghasil bahan pangan dan potensi produksi pangan. Pangan dalam konteks ini didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, maupun perairan, yang diolah ataupun tidak diolah, dan diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan. Provinsi NTB bertekad untuk menjadi sentra pangan terpadu dan pusat utama produksi pangan melalui pengembangan sektor pertanian dalam arti luas yang mencakup berbagai sektor, dari pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan. Hal ini akan mengakselerasi pengembangan sektor kelautan dan perikanan yang secara holistik dan terintegrasi dengan baik. Langkah selanjutnya adalah membangun integrasi yang kuat antara sektor pertanian dalam arti luas dengan industri pangan olahan. Tentunya ini akan mendukung implementasi pembangunan berkelanjutan serta kemandirian pangan daerah.
Provinsi NTB harus berkomitmen untuk melakukan transformasi dari daerah berkembang menjadi daerah yang semakin maju dengan memanfaatkan potensi sumber daya kelautan yang dimilikinya sebagai provinsi kepulauan. Sejalan dengan menyempurnakan peran strategis Provinsi NTB sebagai daerah agraris yang menjadi lumbung pangan nasional. NTB diharapkan dapat menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan di daerah. Sebagai provinsi kepulauan, NTB memiliki potensi besar untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Keunggulan strategis dalam pariwisata dan ekonomi kreatif, menjadikan NTB sebagai model provinsi yang mampu mencapai kesejahteraan berkelanjutan bagi seluruh masyarakatnya.
Visi NTB EMAS 2045 mewujudkan NTB sebagai Kepulauan yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui pengembangan potensi sumber daya alam perikanan dan kelautan. Transformasi ekonomi daerah dengan optimalisasi potensi sumber daya alam dari perikanan dan kelautan. Konsep transformasi menjadi kunci untuk mewujudkan NTB EMAS 2045. Misi transformasi ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi daerah dan pendapatan per kapita masyarakat dengan potensi dan optimalisasi pengelolaan sumber daya yang efisien, inovatif, kreatif, dan adaptif. Sebagai Provinsi Kepulauan, optimalisasi potensi sumber daya alam di pulau-pulau kecil secara berkelanjutan menjadi roda penggerak ekonomi biru daerah. Nilai Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI) akan menjadi instrumen untuk memantau kinerja sektor ekonomi biru yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga ekosistem laut dan pesisir pantai. Untuk NTB, nilai awal IBEI yang diperhitungkan adalah sebesar 54,53 dengan baseline data tahun 2025, diharapkan mencapai 210,50 pada tahun 2045. NTB memiliki wilayah perairan yang luas, potensi perikanan dan kelautan menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan yaitu ikan segar dan mutiara. Komoditas dengan potensi kelautan dan perikanan terbesar adalah rumput laut, mutiara, udang vanamme, dan garam. Fokus pada pengembangan perikanan tangkap di laut dan perairan umum, perikanan budidaya laut, air payau dan air tawar, pengolahan produk hasil perikanan dan kelautan, tambak garam, konservasi dan wisata bahari, hingga pemanfaatan sumberdaya laut sebagai bahan kosmetik, obat-obatan, dan industri.
Selanjutnya, dalam mewujudkan NTB sebagai Provinsi Kepulauan ini, dalam 20 tahun ke depan, pengarusutamaan konsep Pembangunan Rendah Karbon Dan Berketahanan Iklim (PRKBI) untuk sektor perikanan dan kelautan berperan penting untuk mengurangi risiko kerugian akibat dampak perubahan iklim. Mengimplementasikan mitigasi dan adaptasi pada perubahan iklim melalui aksi lokal yang mendukung tujuan pembangunan global 17 Tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Untuk mewujudkan aksesibilitas dan konektivitas pada pulau utama dan pulau-pulau kecil, diperlukan ketersediaan infrastruktur transportasi untuk angkutan laut yang ramah lingkungan. Pengembangan transportasi laut menjadi kunci untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan dan mendukung keselamatan dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.
Posisi NTB sangat strategis di tengah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Alur laut ini merupakan salah satu jalur penting yang melintasi kepulauan Indonesia, menghubungkan Samudera Hindai di sebelah barat dengan Laut Flores dan Laut Banda di sebelah timur, serta Selat Lombok yang menjadi bagian utama dari ALKI II. Potensi daerah ini menjadi jalur lalu lintas kapal-kapal internasional yang membawa komoditas global untuk perdagangan internasional. Rencana pengembangan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara akan mendukung NTB untuk mengembangkan sektor maritim, perikanan, kelautan, dan logistik. Peningkatan pelabuhan dan infrastruktur transportasi laut di NTB menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang ini. NTB akan memiliki peran strategis dalam perdagangan dan pengangkutan internasional.  Posisi geografis NTB yang sangat strategis ini, mendukung NTB sebagai Provinsi Kepulauan yang dapat mengoptimalkan potensi wilayah lautan dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan ini juga mendukung aksi lokal untuk mengurangi dampak perubahan iklim. ALKI II berfungsi sebagai jalur pelayaran internasional yang penting. Hal ini akan mengakselerasi pembangunan ekonomi berbasis laut, memperkuat sektor maritim, dan berkontribusi pada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional, dan regional secara inklusif dan berkelanjutan.