spot_img
Rabu, Oktober 9, 2024
spot_img
BerandaBlogMengabdikan Diri di Lebakmuncang

Mengabdikan Diri di Lebakmuncang

oleh : Tomy Michael

(Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

 

Sebetulnya tidak jauh dari Surabaya, waktu tempuh kurang lebih delapan jam. Rute dari Juanda menuju Bandara Soekarno Hatta lalu menuju Kampus UPI YAI hingga sampai di Desa Wisata Lebakmuncang. Sebetulnya bisa lebih singkat lagi jika memilih pesawat tujuan Bandung dari Surabaya. Kegiatan ini merupakan kolaborasi dengan banyak kampus termasuk Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang terakreditasi Unggul. Dalam mempertahankan kualitas maka kerjasama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kampus itu sendiri. Roh dari kampus adalah keberdayaan bagi masyarakat dan luaran yang sesuai visi misi.

Kebetulan bersama tim berfokus pada peningkatan olahan susu sapi perah. Terdapat hal menarik dimana para pemerah sudah sangat sedikit dan beralih pada petani stroberi dan selada air. Namun di tengah kecilnya peluang olahan susu sapi perah untuk bersaing dengan komoditi lainnya maka harus ada perubahan maksimal. Jika memperhatikan keberadaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan maka kepariwisataan identik dengan pelayanan yang berfokus pada wisatawan. Perubahan pun termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang namun tidak esensial.

Mengacu pada Buku Pedoman Desa Wisata terbitan Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi terbitan 2021 dijelaskan bahwa desa wisata mampu mengurangi urbanisasi masyarakat dari desa ke kota karena banyak aktivitas ekonomi di desa yang dapat diciptakan. Selain itu juga, desa wisata dapat menjadi upaya untuk melestarikan dan memberdayakan potensi budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat. Definisi desa wisata sayangnya tidak diperkuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Kembali lagi pada susu sapi perah dimana penolakan untuk menggeluti juga pengaruh perekonomian. Artinya perekonomian harus menjadi titik tolak dalam pengembangan desa wisata. Selain itu setelah ditelusuri bahwa Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Pelayanan Kepariwisataan termaktub bahwa kepariwisataan Indonesia dikembangkan agar mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal khususnya masyarakat di destinasi pariwisata, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Sempurnanya pengaturan secara normatif ini betul-betul mampu menaikkan makna kepariwisataan itu.

Selamat dua hari di Desa Lebakmuncang pemahaman warga akan kepariwisataan sangat baik. Adanya penataan tentang servis dalam homestay, kekeluargaan yang erat hingga pengolahan yang berfokus pada keuntungan. Namun dalam perspektif hukum terasa kurang mendapatkan perlindungan misalnya pemahaman akan merek yang bisa saja menimbulkan sengketa, desain industri yang mendukung keleluasaan disabilitas atau perlindungan ketika terjadi keadaan mendesak. Sebagai contohnya olahan kopi warga yang sebetulnya bisa menghasilkan profit lebih dengan desain industri kekinian. Tentu saja ini membutuhkan peran serta banyak pihak terutama warga masyarakat itu sendiri.

Pemikiran Yilmaz Bayar (2023) mengatakan pariwisata telah menjadi salah satu sektor penggerak perekonomian yang signifikan pada negara-negara berkembang. Usaha yang dilakukan yaitu dengan memberi manfaat ekonomi seperti pendapatan, lapangan kerja dan perolehan devia negara serta kontribusinya terhadap perpajakan dan pembangunan infrastruktur. Pemikiran dari Eropa rupanya menunjukkan bahwa profit adalah hal utama.

Kembali lagi pada Desa Lebakmuncang yang akhirnya “melupakan” untuk mengembangkan ciri khasnya misalnya masalah kebersihan. Dimana sampah plastik terlihat di selokan atau pinggiran jalan. Kemudian kebaikan warga untuk mempersilakan wisatawan yang berkunjung “menimbulkan permasalahan”. Contohnya ada kegiatan melakukan tanam stroberi yang hanya memenuhi jadwal kunjungan tanpa adanya inisiatif keberlanjutan dari masyarakat untuk diarahkan kemana kegiatan tersebut. Padahal dengan beragamnya wisatawan yang datang, maka peluang kerja sama itu sangatlah besar. Harapan yang penulis inginkan yaitu tidak sekadar pariwisata untuk memenuhi pengalaman namun sikap aktif promosi haruslah dilakukan. Masih banyak yang bisa dilakukan yaitu meredesain makna kepariwisataan yang memfokuskan pada pengembangan sumber daya misalnya penguasaan bahasa asing, pariwisata ramah lanjut usia sehingga keindahan Ciwidey menjadi serapan siapapun hingga petunjuk-petunjuk dengan kearifan lokal.

Sambil menyelesaikan naskah buku sebagai wujud pertanggungjawaban ilmiah dari kegiatan ini, maka saya sarankan untuk berwisata ke Desa Lebakmuncang Bandung. Peternakan ikan lele, kuda atau lebah klanceng akan memukau Anda dan keramahan nasionalis Indonesia disini sungguh indah. Hatur nuhun pisan…

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO