Mataram (Suara NTB) – Provinsi NTB memiliki beragam komoditas agro yang tumbuh dan dibudidayakan di daerah ini. Namun, hanya beberapa komoditas saja yang menunjukkan daerah NTB sebagai brand asal dari komoditas tersebut. Minimnya branding NTB sebagai daerah penghasil komoditas agro menjadikan jumlah ekspor komoditas agro sedikit, serta menjadikan komoditas NTB mudah diklaim oleh daerah lain.
Salah satu komoditas NTB yang gagal dibranding adalah kopi. Yang mana karena terlalu sering dijual keluar daerah tanpa branding, kopi NTB diklaim milik daerah lain. “Potensi kita ada rumput laut, Kopi. Kan kopi kita kebanyakan dikirim ke Bali, jadi Bali punya,” ujar Kepala Bidang Pengembangan, Perdagangan dalam Negeri (PPN) Dinas Perdagangan NTB, Endang Sri Wahyuni.
Ia mengaku banyak pengusaha dari luar NTB mengambil kopi dari NTB dan dibranding sebagai kopi asal daerahnya sendiri. Namun, banyak petani sekaligus pengusaha kopi lokal tidak sadar akan hal tersebut.
Alasan kopi lokal gagal dibranding sebagai kopi khas NTB karena rata-rata petani kopi tidak sabar untuk menjual hasil kebunnya. Menurutnya, para petani masih mementingkan keuntungan dan kecepatan terjual produk kopinya.
Gagalnya branding ini menjadi perhatian Disdag NTB. Sehingga untuk meminimalisir penjualan secara menyeluruh hasil Bumi NTB ke luar daerah ini diperlukan adanya offtaker yang bisa mengambil hasil panen para petani.
“Kita butuh offtaker yang besar, yang sadar akan produk NTB. Karena kalau pemikiran kita, ya kita akan keep barang itu, kita akan jadikan brand NTB. Cuma, kalau petani dan swasta kan keuntungan yang dicari,” jelasnya.
Selain kopi, manggis juga gagal dibranding sebagai komoditas khas NTB. Saat ini, manggis yang ada di bumi NTB dikirim ke Bali, sehingga terbranding menjadi Manggis Bali. “Sama seperti manggis, extractnya di Bali. Padahal kita punya, tapi karena terdata di Bali, jadi dianggap manggis Bali,” lanjutnya.
Kurangnya branding ini menjadikan jumlah ekspor komoditas agro NTB sedikit karena kebanyakan produk tersebut dikirim ke dalam negeri. Sedangkan, daerah yang membranding komoditas asli NTB meningkat jumlah ekspornya karena produk terdata asli dari daerah tersebut.
“Di kita bukan termasuk ekspor, tapi terhitungnya ekspor dari Bali. Jadi banyak produk-produk kita yang tidak terbrand sebagai produk NTB,” pungkasnya. (era)