Mataram (Suara NTB) – Meski Gili Tramena masih dalam masa high sesion atau ramai kunjungan wisatawan. Permasalahan air bersih di kawasan ini dikatakan dapat menyebabkan wisatawan takut berkunjung ke destinasi wisata ini.
Ketua Gili Hotel Association, Lalu Kusnawan mengatakan dirinya tidak bisa menolak wisatawan yang mengajukan pembatalan berwisata atau booking hotel karena isu krisis air ini.
“Satu, kita tidak bisa membatasi orang mau cancel, walaupun dia non refundable. Karena tidak ada jaminan kita bisa memberikan fasilitas air, apa yang mau saya katakan,” ujarnya.
Selain itu, isu krisis air ini dikatakan dapat menghilangkan potensi pendapatan dirinya sebagai ketua Asosiasi Hotel Gili, begitupun dengan potensi pendapatan negara dan daerah. “Karena tidak ada jaminan kita bisa memberikan fasilitas air. Potential revenue saya hilang, potential revenue negara juga hilang,” lanjutnya.
Berkaca dari kasus bulan Juni 2024 kemarin, selama lima hari krisis air di Gili Trawangan, pelaku pariwisata di kawasan ini dikatakan rugi hingga Rp27 miliar. Yang mana perhitungan tersebut hanya pada pendapatan pokok seperti penginapan dan fastboat. Jika ditotalkan dengan kerugian restoran, dan lainnya, dikatakan kerugian bisa lebih dari nominal tersebut.
Menurut Kusnawan, karena permasalahan air bersih di Gili Tramena ini sudah pernah terjadi, harusnya Pemda KLU segera mengambil kebijakan. Apalagi, Gili Tramena masih menjadi destinasi wisata utama di Provinsi ini. Ditambah lagi, sumber PAD terbesar daerah KLU dikatakan berasal dari wisata Gili Tramena.
“Setuju tidak setuju, tiga Gili masih jadi marcusuarnya NTB, dan PAD terbesar KLU,” katanya.
Selain itu, menurutnya, sebagai pemangku kebijakan, KKP dan KPK harusnya tidak hanya melihat tentang lingkungan saja. Tetapi, harus memperhatikan bagaimana kondisi masyarakat yang ada di sekitar Gili Tramena yang terdampak krisis air bersih.
“Pemerintah dalam hal ini entah itu KKP entah itu KPK menjalankan tugasnya. Tapi, secara makro kita lihat, tidak usah lah pikirin pembisnis, tapi kan ada masyarakat. Ada masyarakat ntb yang perlu kebutuhan dasar,” tegasnya.
Adapun menurut penuturannya, PT TCN siap memperbaiki ekosistem yang rusak akibat pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Namun, perbaikan akan dilakukan setelah seluruh proses pengeboran selesai.
“Saya dengar langsung pada pemadaman bulan juni kemarin. Kan vendor itu sanggup untuk melakukan reklamasi atau memperbaiki kembali lingkungan yang rusak. Tetapi ditunggu selesai dulu pekerjaan. Sekarang kan belum selesai,” jelasnya.
Adapun dengan kondisi saat ini, dia mengaku tidak habis fikir dengan keputusan pemerintah dan belum adanya tindakan terkait permasalahan air bersih di tiga Gili tersebut. Apalagi dengan menyebarnya isu ini di internasional, sehingga menyebabkan wisatawan enggan berkunjung ke Gili Tramena.
“Kekhawatiran sekarang, dari awal Oktober sampai dengan sekarang, rata-rata kedatangan masih berada di angka 2000-3000 pengunjung. Perlu kita sikapi ini, khususnya di Gili Trawangan. Okupansi hotel kita diatas 75 persen. Kalau isu itu belum terselesaikan, kita tidak bisa membatasi wisatawan yang mau cancel,” pungkasnya. (era)