Mataram (Suara NTB) – Kawasan sembilan kilometer Pantai Ampenan masih rawan terjadinya gelombang pasang dan berdampak terhadap abrasi. Pembangunan pemecah gelombang dinilai menjadi solusi permanen.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Mataram, Irwan Rahadi ditemui pada, Selasa, 22 Oktober 2024 membenarkan, kawasan di sembilan kilometer Pantai Ampenan sangat rawan terjadinya abrasi akibat hempasan gelombang pasang. Penanganan secara permanen membutuhkan persiapan terutama biaya besar untuk membangun jetty atau pemecah gelombang untuk mengurangi gelombang pasang sampai ke pinggir pantai.
“Kikisan tebing karena ombak tidak terhalang sehingga harus dihambat dengan membangun pemecah gelombang tetapi butuh biaya besar,” terangnya.
Rencana pembangunan pemecah gelombang telah diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mataram ke Balai Wilayah Sungai. Secara teknis maupun anggaran kata Irwan, sepenuhnya berada di instansi atau organisasi perangkat daerah (OPD) teknis.
Skenario penanganan kedaruratan lanjutnya, telah disiapkan karung berisi pasir untuk dibangun tanggul sementara di pinggir pantai. Meskipun sifatnya sementara, tetapi bisa mengurangi resiko gelombang pasang masuk ke pemukiman warga. “Jika kondisinya sangat membahayakan bagi warga kita juga sudah siapkan kawat untuk membangun tanggul,” jelasnya.
Beberapa pemukiman warga sudah dekat dengan bibir pantai. Menurutnya, relokasi juga menjadi solusi jangka panjang dan bagus untuk penghidupan. Kedua, relokasi penting untuk keamanan dan keselamatan warga, tetapi harus memperhatikan mata pencaharian warga.
Relokasi warga sudah dilakukan oleh Pemkot Mataram. Diantaranya, relokasi ke Rusunawa Bintaro, hunian sementara di Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela. Pemerintah membangunkan rumah atau tempat tinggal yang layak dengan mempertimbangkan tidak jauh dari mata pencaharian mereka. Misalnya, selama ini sebagai nelayan setidaknya tidak terlalu jauh lokasi tempat mereka mencari rejeki dan lain sebagainya. (cem)
