PEMPROV NTB melakukan mitigasi terhadap berbagai persoalan yang bisa terjadi, terutama yang berkaitan dengan persoalan secara nasional. Sebagai bentuk antisipasi terhadap sejumlah persoalan ini, Pemprov NTB di bawah pimpinan Asisten I Setda NTB Drs. H. Fathurrahman, M.Si., memimpin rapat koordinasi di Ruang Rapat Melati Kantor Gubernur NTB, Jumat, 1 November 2024.
Hadir pada rapat koordinasi ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi I Gede Putu Ariyadi, S.Sos., M.H., Kepala Biro Hukum Setda NTB H. Lalu Rudi Gunawan, S.H., dan perwakilan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
Asisten I Setda NTB H. Fathurrahman, menjelaskan, jika rapat koordinasi yang digelar ini membahas sejumlah persoalan. Salah satunya, dikabulkannya judicial review Undang Undang Cipta Kerja, khususnya ketenagakerjaan oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga pihaknya perlu melakukan antisipasi di daerah. “Hari ini kami rapat terkait mitigasi, risiko terkait dengan beberapa isu. Termasuk dengan Disnaker, Biro Hukum, BPS yang terkait dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang menjadi isu nasional,” ujarnya pada Suara NTB, Jumat, 1 November 2024.
Terkait potensi PHK, tambahnya, dari hasil rapat disampaikan jika NTB merupakan provinsi yang tidak memiliki kawasan industry. Sehingga kemungkinan adanya PHK besar terhadap karyawan sangat kecil. Bahkan di NTB ada beberapa peluang pekerjaan yang bisa dilamar oleh putra daerah, seperti pembukaan smelter di Kabupaten Sumbawa Barat. Tidak hanya itu, tiap bulan di NTB dilakukan job fair untuk mencari karyawan baru. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan antisipasi terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi di masa mendatang.
Selain itu, pada kesempatan ini pihaknya membahas mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2025. Ditegaskannya, penetapan UMP harus bisa selesai tanggal 21 November mendatang. Sementara penetapan UMK di kabupaten/kota diharapkan bisa selesai tanggal 30 November 2024.
“Nanti akan ada rapat terkait dengan itu. Tentu akan dilakukan Dewan Pengupahan masing-masing, baik provinsi maupun kabupaten/kota, berdasarkan 22 jenis data yang menjadi bahan Dewan Pengupahan dalam menetapkan besaran UMP dan UMK,” ujar mantan Penjabat Sekda NTB ini.
Pihaknya berharap dari masukan atau keputusan bersama Dewan Pengupahan maupun juga kalangan pengusaha bisa diterima satu sama lain. Dalam arti, pengusaha menerima besaran standar upah yang harus dibayar pada pekerja. Begitu juga pekerja menerima besaran UMP atau UMK yang sudah ditetapkan berdasarkan kemampuan perusahaan tempatnya bekerja. (ham)