Mataram (Suara NTB) – Program inovasi Mandalika-BIPA untuk Masyarakat Inovatif (Mandalika-Bumi) yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Provinsi NTB kembali menyasar Desa Santong, di Kabupaten Lombok Timur. Desa Santong menjadi sasaran program Mandalika-Bumi yang merupakan keberlanjutan dari Mandalika-Bumi di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Balai Bahasa NTB menginisiasi sasaran desa tersebut karena beberapa faktor, salah satunya karena merupakan salah satu desa penghasil kerajinan rotan. Hal tersebut sesuai dengan kriteria sasaran berupa kawasan ekonomi kreatif, pengembangan desa terpadu, dan pemberdayaan ekosistem lokal.
Kepala Balai Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas, meyakini bahwa pendekatan melalui program inovasi Mandalika-Bumi dapat membantu aspek pemahaman bagi masyarakat lokal melalui pengajaran bahasa Inggris. Menurutnya, masyarakat yang mempunyai semangat maju, terus belajar, dan mampu mengembangkan kesenian lokal dapat didorong untuk meningkatkan kualitas ekonomi yang lebih baik.
Mandalika-Bumi di Desa Santong dilaksanakan pada Sabtu, 9 November 2024 sampai dengan Senin, 11 November 2024. Sebagai Koordinator Tim Mandalika-Bumi Balai Bahasa NTB, Zamzam Hariro, memulai kegiatan dengan perkenalan kosakata dasar. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari koordinasi kegiatan yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2024 lalu.
“Bapak dan Ibu, kami hadir kembali untuk memastikan bahwa pembinaan materi bahasa Inggris dapat kami lakukan. Kami akan mengajari bagaimana Bapak dan Ibu dapat mengenal kosakata dan percakapan dasar, terutama Ibu-Ibu akan kami ajari cara menjelaskan pembuatan kerajinan anyaman rotan,” terang Zamzam saat memberikan penjelasan kepada peserta kegiatan.
Materi awal berupa pengenalan nama-nama benda dalam bahasa Inggris, cara membuat kerajinan rotan, dan penekanan kosakata-kosakata penting yang perlu dihafalkan dan dipelajari oleh peserta. Sebanyak 25 peserta yang didominasi oleh ibu rumah tangga sekaligus berprofesi sebagai perajin anyaman rotan secara bergantian melakukan praktik percakapan dalam bahasa Inggris. Tidak hanya itu, pada hari pertama kegiatan, praktik membuat anyaman juga dilakukan oleh perwakilan peserta. Lalu Suhirman, peserta kegiatan, menjelaskan bentuk topi ulat kere yang dalam proses pembuatannya lebih rumit karena menggunakan pola khusus.
Para peserta digembleng untuk terus mengenal berbagai kosakata penting dalam bahasa Inggris yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Santong. Harapannya, hasil kerajinan rotan yang dihasilkan oleh masyarakat desa setempat tidak hanya dijual dengan harga yang cenderung murah, tetapi dapat dijual dengan harga yang lebih sesuai. Salah satunya adalah melalui peningkatan kompetensi dan media promosi. (ron)