Mataram (Suara NTB) – Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (BAN-PDM) NTB menemukan masih ada satuan pendidikan yang enggan divisitasi untuk akreditasi. Padahal jika sekolah mengabaikan akreditasi, maka sekolah tersebut terancam tidak bisa menerbitkan ijazah. Bahkan, izin operasional sekolah tersebut akan dievaluasi.
Sub Koordinator Kurikulum Bidang SMA Dinas Dikbud NTB, Purni Susanto pada Kamis, 28 November 2024 mengatakan, pi0haknya pernah mendapatkan laporan dari BAN PDM NTB tentang adanya sekolah yang enggan divisitasi. Ia mengakui, belum punya data lengkap jumlah sekolah yang belum akreditasi. Meski demikian, pihaknya siap membantu BAN PDM NTB bila dibutuhkan.
Purni juga menegaskan, regulasi mengenai akreditasi sudah sangat jelas. Bila sekolah mengabaikan akreditasi, pihakya bisa mengevaluasi sekolah tersebut. “Terutama mengevaluasi izin operasional sekolah-sekolah swasta yang enggan untuk diakreditasi,” tegas Purni.
Di samping itu, mulai tahun depan, sekolah yang belum terakreditasi tidak dapat menerbitkan ijazah untuk peserta didiknya. “Hal ini sesuai Permendikbudristek terbaru terkait ijazah disebutkan bahwa ijazah dapat dikeluarkan hanya oleh sekolah yang terakreditasi,” jelas Purni.
Sebelumnya, Ketua BAN-PDM NTB, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., mengatakan, satuan pendidikan seharusya tidak boleh menganggap akreditasi sebagai beban. Jika satuan pendidikan menganggap akreditasi sebagai beban, ia menduga satuan pendidikan itu tidak siap dengan kelengkapan data yang diminta oleh asesor. Padahal data yang diminta asesor sebagai bukti telah dilakukannya layanan pendidikan oleh satuan pendidikan terhadap siswa.
“Akreditasi itu merupakan evaluasi yang dilakukan terhadap satuan pendidikan terhadap layanan yang diberikan siswa berbasis standar nasional pendidikan. Jika ada satuan pendidikan menganggap akreditasi sebagai beban, mungkin satuan pendidikan tidak memiliki bukti dalam bentuk data yang dibutuhkan asesor sebagai bukti telah diberikannya layanan terhadap siswa,” jelas Syamsul Hadi.
Oleh karena itu, Syamsul menyarankan setiap layanan pendidikan terhadap siswa dalam bentuk program sekolah harus dilengkapi dengan bukti kegiatan yang telah dilaksanakannya.
Akreditasi jenjang pendidikan dasar dan menengah dibagi dalam dua kategori. Pertama, sekolah/madrasah dalam status belum terakreditasi, tidak terakreditasi, dan re-akreditasi tahun 2023 yang belum diakreditasi. Kedua, sekolah/madrasah dalam status re-akreditasi tahun 2024.
Menurut Syamsul, salah satu tantangan akreditasi jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu penggunaan instrumen baru akreditasi. Instrumen baru untuk akreditasi sekolah/madrasah fokus pada kinerja sekolah terkait dengan iklim lingkungan belajar, kepemimpinan kepala sekolah, dan hasil belajar siswa. Instrumen baru ini juga diselaraskan dengan kebijakan pendidikan di era merdeka belajar. “Namun demikian, bukan berarti substansi instrumen baru tidak terdapat pada instrumen lama,” ujar Syamsul Hadi. (ron)