Mataram (suarantb.com)- Kondisi ekuitas di PT. Jamkrida NTB Syariah (Perseroda) dan PT. BPR NTB (Perseroda) masih perlu diperkuat untuk memperluas jangkauan pelayanan kredit dan penjaminan. Terutama untuk mendukung usaha rakyat kecill, penguatan modal UMKM dan koperasi, dan meningkatkan kontribusi sektor UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi.
Demikian diungkapkan, Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi setelah melakukan studi banding ke PT. Jamkrida Bali Mandara dan PT. BPR Jatim, Sabtu (21/12). Melalui rilisnya yang diterima suarantb.com, Minggu (22/12), dijelaskan bahwa ekuitas PT. Jamkrida NTB Syariah (Perseroda) secara nasional menempati posisi kedua terendah. Sampai dengan tahun 2024 ekuitasnya baru terpenuhi Rp39,8 miliar dari minimal Rp50 miliar yang diwajibkan OJK untuk lembaga penjaminan tingkat provinsi (POJK No.2/POJK.05/2017 pasal 31 ayat (2) tentang Penyenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan).
Ekuitas tersebut bersumber dari modal disetor sebesar Rp32,8 miliar dan sumber lainnya sebesar Rp7 miliar. Untuk hal ini, OJK telah memberikan SP2 ke PT. Jamkrida untuk segera memenuhi ketentuan minimal tersebut. ‘’Jika SP 2 ini diabaikan, PT. Jamkrida terancam dilikuidasi seperti yang terjadi pada PT. Jamkrida Bangka Belitung. Atas dasar itu, PT. Jamkrida membutuhkan tambahan penyertaan modal untuk memenuhi ketentuan OJK tersebut,’’ tegas Sambirang.
Kinerja PT. Jamkrida NTB Syariah perlu diapresiasi. ‘’Dari hasil studi banding Komisi III ke PT. Jamkrida Bali Mandara dan PT. Jamkrida Jatim, diketahui kontribusi deviden PT. Jamkrida NTB Syariah relatif lebih baik dibanding kedua perusahan BUMD tersebut,’’ katanya. Dengan ekuitas sebesar Rp39,8 miliar (seperlima atau 20 % dari nilai equitas PT Jamkrida Bali Mandara dan PT Jamkrida Jatim), PT. Jamkrida NTB Syariah mampu memberikan deviden sebesar Rp1,5 miliar. Dibanding PT Jamkrida Bali Mandara yang memiliki ekuitas di atas Rp Rp200 miliar devidennya sekitar Rp1,5 miliar, dan PT. Jamkrida Jatim yang memiliki ekuitas Rp224 miliar devidennya hanya Rp1,2 miliar.
‘’Perbedaannya terletak pada kemampuan mengcover UMKM,’’ katanya. Dengan keunggulan ekuitas di atas Rp200 miliar tersebut, PT. Jamkrida Bali Mandara mampu mengcover penjaminan kredit sekitar 377.475 UMKM dengan nilai penjaminan sebesar Rp4,8 triliun, laba bersih perusahaan Rp5,2 miliar dengan gearing ratio sebesar 29,01%.
PT Jamkrida Jatim dengan ekuitas Rp224 miliar mampu mengcover 427.144 UMKM dengan nilai penjaminan sebesar Rp10.9 triliun, menghasilkan laba bersih sebesar Rp10,7 miliar. Sedangkan PT. Jamkrida NTB Syariah mampu menjamin Rp4,7 triliun pembiayaan/kredit yang disalurkan oleh perbankan dan mengcover sebanyak 85,453 UMKM dari 324 ribu UMKM yang ada di NTB. Laba bersih perusahaan di atas Rp3 miliar pada tahun 2024, dengan gearing ratio sebesar 27,73%.
Menurut Sambirang, kinerja aset PT Jamkrida NTB Syariah setiap tahun menunjukkan trend positif. Nilai laba yang dihasilkan dari tahun ke tahun tetap menunjukkan trend positif dengan rata rata pertumbuhan diatas 10% setiap tahun. Seiring dengan peningkatan nilai laba, tentunya nilai deviden yang disetorkan ke para pemegang saham terus meningkat dari tahun ke tahun dengan rata rata peningkatan deviden diatas 10%.
‘’Dari perbandingan tersebut, dari sisi efektivitas, efisiensi dan kontribusi ke Pemda, PT Jamkrida NTB Syariah secara proporsional relatif lebih baik,’’ ujarnya. Dengan demikian ada alasan yang cukup kuat untuk menambah penyertaan modal guna memenuhi ketentuan minimal ekuitas yang ditetapkan oleh OJK yaitu Perusahaan Penjaminan Lingkup Provinsi Wajib Memiliki Minimal Ekuitas sebesar Rp. 50 Miliar.
Kemudian ekuitas PT. BPR NTB (Perseroda) yang bersumber dari modal disetor sampai dengan tahun 2024 baru terpenuhi sebesar Rp159.1 miliar. Sementara modal dasar yang disepakati sebesar Rp500 miliar. Kontribusi Pemprov dalam struktur modal disetor sebesar Rp78,5 miliar (49,35%), sementara kontribusi pemda kabupaten/kota sebesar Rp80,5 miliar (50,65%). Menurut Sambirang, PT. BPR NTB telah melampaui ketentuan minimal 25% ekuitas dari total modal dasar. Namun demikian, PT. BPR membutuhkan penyertaan modal tambahan dalam rangka meningkatkan kapasitas layanan dengan membangun dan menambah gedung kantor yang layak dan representatif.
‘’Kinerja PT. BPR harus diapresiasi. Kontribusi deviden terus meningkat,’’ katanya. Sambirang merinci, dividen tahun buku 2022 sebesar Rp7,6 miliar, tahun buku 2023 naik menjadi sebesar Rp8,1 miliar. Pada tahun buku 2024 diproyeksikan deviden bertambah menjadi Rp10,6 miliar dengan adanya tambahan penyertaan modal.
Berdasarkan hasil studi banding ke PT. BPR Jatim, diketahui bahwa Pemda Provinsi Jatim telah memberikan subsidi bunga ke UMKM melalui program “Prokesra” dalam bentuk penyertaan modal sebesar Rp13,8 miliar. ‘’Hal ini menjadi inspirasi Komisi III untuk mendorong gubernur baru memback up UMKM melalui program penjaminan kredit dan subsidi bunga.
Melalui rilisnya, Sambirang memberi catatan bahwa ekuitas adalah komponen utama dalam struktur modal lembaga keuangan, baik lembaga perbankan maupun lembaga penjaminan. Ekuitas mencerminkan kekuatan keuangan dan kapasitas layanan suatu perusahaan. Semakin besar ekuitasnya, semakin kuat kapasitasnya untuk memberikan pelayanan, memperluas daya jangkau pasar, meningkatkan pendapatan dan mengatasi resiko yang mungkin terjadi dalam operasionalnya.
Dengan demikian menurut Sambirang, peningkatan ekuitas setiap tahun diperlukan untuk menjamin kemampuan perusahaan menanggung risiko, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pemangku kepentingan, memperkuat sumber dana internal, serta untuk memenuhi regulasi yang ditentukan Otoritas jasa Keuangan (OJK).
Dapat dikatakan bahwa ekuitas adalah elan vital alias nyawa bagi ketahanan, keandalan dan keberlangsungan bisnis perusahaan. Dengan ekuitas yang memadai, kesehatan finansial terjamin dan risiko-risiko keuangan seperti kredit macet di BPR, banyaknya pengajuan klaim di PT. Jamkrida akan mudah diatasi sehingga tidak mengguncang perusahaan. (r)