Mataram (Suara NTB) – Pengumuman kelulusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menyisakan kekecewaan pada sebagian besar tenaga honorer yang sudah lama mengabdi. Tidak hanya kecewa, mereka juga menanyakan seperti apa mekanisme penentuan kelulusan yang dilakukan oleh panitia penerimaan PPPK, baik di pusat dan daerah.
Awan, salah satu tenaga honorer yang sudah mengabdi 20 tahun mengaku tidak mengerti dengan sistem penentuan kelulusan PPPK tahun 2024 ini. Dicontohkannya, ada salah satu Pegawai Tidak Tetap (PTT) lingkup Pemprov NTB yang sudah mengabdi selama 20 tahun dan mendapatkan nilai 334,0 dan terdata sebagai tenaga honorer Kategori II (K II) dan dinyatakan lulus dengan keterangan ‘’R/L’’.
Sementara ada salah satu tenaga honorer yang juga sudah mengabdi 20 tahun nilainya total 505 saat seleksi kompetensi beberapa waktu lalu. Namun, saat pengumuman, mendapatkan keterangan ‘’R 3’’ (non ASN database BKN) .
‘’Yang dinyatakan lulus PPPK ini terdata eks K II katanya. Lalu yang di bawahnya nggak dianggap mengabdi 20 tahun. Permasalahannya bagaimana Badan Kepegawaian Daerah (BKD) mendata honorernya? Kok ada yang masuk K II dan ada yang nggak. Justru bisa dibilang yang nggak masuk K II ini kita yang lebih lama ngabdinya. Apakah BKD nggak pakai database SK pertama orang masuk? Malahan orang BKD sendiri heran kok bisa sudah mengabdi 20 tahun, tapi nggak masuk database K II,’’ ungkapnya kecewa pada Suara NTB, Kamis, 2 Januari 2024.
Diakuinya, kekecewaan tidak hanya dialami dirinya saja, tapi hampir semua PTT yang sudah mengabdi lebih dari 20 tahun merasa tidak dianggap oleh pemerintah. Padahal, pihaknya selalu menyerahkan data ketika ada pemberkasan pada pihak berwenang.
Kekecewaan senada juga dialami sejumlah tenaga honorer di Biro Umum Setda NTB. Udin, salah satu tenaga honorer menyampaikan jika di Biro Umum ada 1 formasi yang dikhususkan bagi tenaga honorer di Biro Umum. Namun, yang dinyatakan lulus justru tenaga honorer yang mengabdi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya. Sementara peserta yang dinyatakan lulus ini nilainya lebih rendah dan masa pengabdiannya lebih singkat dibandingkan dengan peserta dari Biro Umum.
‘’Ini yang menjadi pertanyaan teman-teman. Kok bisa, teman honorer di Biro Umum tidak lulus. Padahal total nilainya lebih tinggi dan masa pengabdiannya lebih lama dengan yang lulus di formasi ini. Sementara dia itu dari luar Biro Umum,’’ tanyanya.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKD Provinsi NTB H. Yusron Hadi, ST., MUM., mengakui, jika pihaknya banyak menerima pertanyaan dan kekecewaan dari OPD dan tenaga honorer. Dirinya masih bisa memaklumi kekecewaan dari tenaga honorer yang sudah lama mengabdi tersebut tidak lulus PPPK.
‘’Pertama, penerimaan PPPK itu menggunakan skala priorita. Jadi ada skala prioritas pertama, yakni tenaga honorer Kategori II (R 2) yang tersisa dan diangkat tahun-tahun yang lalu. Kemudian prioritas kedua adalah tenaga non ASN yang masuk database BKN atau dikenal istilah ‘’R 3’’. Sementara yang prioritas ketiga adalah tenaga non ASN yang belum masuk database atau istilah ‘’R 4’’,’’ terangnya pada Suara NTB di ruang kerjanya, Kamis, 2 Januari 2025.
Diakuinya, penentuan kelulusan sesuai dengan skala prioritas ini akan berkonsekuensi terhadap penentuan kelulusan, khususnya ‘’R 3’’ yang nilainya lebih tinggi dari ‘’R 2’’. Tapi karena ada skala prioritas itu, maka peserta yang masuk ‘’R 2’’ itu yang diluluskan, meski nilainya lebih rendah.
Begitu juga dengan ‘’R 4’’, ketika mengikuti seleksi kompetensi PPPK, meski nilainya tinggi dibandingkan dengan ‘’R 3’’ dan ‘’R 2’’ yang melamar di formasi itu, maka yang diprioritaskan adalah ‘’R 2. ‘’Jadi ini leveling yang perlu dipahami dan dimaklumi, pada sistem rekrutman PPPK tahun ini,’’ terangnya. ‘’Misalnya, ‘’R 3’’ nilainya 305, kemudian ‘’R 2’’ nilainya 205, ‘’R 2’’ yang diluluskan,’’ tambahnya.
Meski demikian, ujarnya, terhadap tenaga honorer yang sudah mengikuti seleksi PPPK dan tidak mendapatkan kode ‘L’’ berpotensi untuk diluluskan sebagai PPPK Paruh Waktu. ‘’Soal bagaimana pengusulannya, bagaimana mekanismenya dan rupanya paruh waktu, kita tunggu saja pada saatnya,’’ terangnya.
Sementara terhadap tenaga honorer yang sudah lama mengabdi dan tidak mendapatkan kode ‘’R 2’’, tapi mendapatkan ‘’R 3’’, bisa jadi ada proses pemberkasan yang kemungkinan tidak diikuti, sehingga tidak terdata sebagai K 2. (ham)