spot_img
Kamis, Januari 16, 2025
spot_img
BerandaPENDIDIKANMasih Ada Kesenjangan Pendidikan, Pelaksanaan Ujian Nasional Harus Penuh Pertimbangan

Masih Ada Kesenjangan Pendidikan, Pelaksanaan Ujian Nasional Harus Penuh Pertimbangan

Mataram (Suara NTB) –  Wacana pemberlakukan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026 mendatang perlu pertimbangan matang. Pasalnya, masih ada kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia, baik kualitas antar-sekolah maupun kualitas pendidikan antar-daerah. Diperlukan solusi yang efektif agar berbagai kekurangan ujian nasional sebelumnya tidak kembali terulang.

Pemerhati pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), Dr. Syafril, M.Pd., pada akhir pekan lalu mengatakan, sebenarnya di beberapa negara seperti Finlandia, Korsel, jepang, Amerika Serikat, Kanada tidak mengenal istilah Ujian Nasional. Namun capaian mutu siswanya diperoleh dari penilaian proses, proyek, dan kinerja guru. Ada juga yang menggunakan model siswa dites saat masuk sekolah, bukan tes akhir.

Meski demikian, di negara-negara tersebut telah menata manajemen sekolah dengan sangat baik. Sekolah di sana diajar oleh dua orang guru dalam satu kelas, jumlah siswa maksimal 20 orang per kelas, tidak ada disparitas atau kesenjangan sarana pembelajaran. Sedangkan di Indonesia, masalah-masalah tersebut, seperti kesenjangan sarana dan kualias pendidikan masih sangat jelas terlihat.

“Di sinilah pentingnya menemukan solusi yang efektif dalam mengatasi problem pendidikan kita. Bila melaksanakan Ujian Nasional, maka harus dapat dipastikan penyelenggaraannya berintegritas,” ujar Syafril.

Syafril menjelaskan, data beberapa tahun terakhir menunjukkan menurunnya indeks literasi dan numerasi siswa. Karena itu, diperlukan langkah yang terukur untuk mendongkrak kembali indeks literasi anak bangsa. Masalah pendidikan bukan sekadar indeks literasi dan numerasi saja melainkan ada masalah integritas penyelenggaraan pendidikan, masalah kualitas buku teks siswa dan guru, metodologi pembelajaran, pemerataan kuliatas sarana pembelajaran, dan lain-lain. Bila merujuk pada root cause analisis, maka akar masalah dari semua itu adalah internal manajemen, metodologi, instrumen pembelajaran, dan mutu Sumber Daya Manusia (SDM).

Sementara ujian nasional adalah salah satu instrumen untuk mengukur capaian kinerja manajemen, metodologi, mutu SDM siswa dan guru. Lebih dari itu, pelaksanaan monitoring kinerja guru dan kepala sekolah yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Sekaligus tindak lanjut yang diperlukan atas hasil monitoring. Berikutnya hasil tindaklanjut dimonitor kembali capaiannya.

“Artinya ada proses siklus mutu yang dilakukan oleh tim monitoring. Bukan sekadar memonitor RPP atau bahan ajar semata. Melainkan memonitor perkembangan literasi dan numerasi siswa, kualitas feed back (umpan balik) siswa terhadap kinerja guru, kualitas feed back guru terhadap kepala sekolah, dan feed back orang tua terhadap manajemen sekolah. Hal tersebut untuk mengetahui tingkat kualitas tata kelola sekolah. Jadi UN adalah hanya salah satu instrumen untuk mengukur keseriusan sekolah mengelola sekolah dan keseriusan siswa dan guru dalam proses belajar dan mengajar,” jelas Syafril.

Pengamat Pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., menyampaikan, ujian nasional dihentikan sebelumnya karena memiliki banyak kekurangan. Kekurangan itu antara lain, ujian nasional mendorong pola pikir masyarakat bahwa belajar mati-matian saja di akhir untuk lulus ujian nasional, sehingga dulu bimbel membanjir untuk menghadapi ujian nasional.

“Ujian nasional dikejar, tetapi ternyata kualitas isi pendidikan nihil. Selain itu, setiap daerah memiliki kualitas pendidikan yang berbeda, karena kondisi pembangunan berbeda. Disparitas sangat tinggi sehingga tidak tepat melakukan komparasi dalam kompetisi,” ujar Nizaar.

Menurutnya, penghapusan ujian nasional beberapa tahun lalu itu sudah tepat dilakukan. Jika nanti ujian nasional akan diterapkan kembali, ia berharap ada pertimbangan yang matang. “Harapannya tidak untuk tujuan syarat kelulusan siswa, tetapi hanya untuk mengukur peningkatan kualitas saja,” saran Nizaar.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya akan mematangkan rencana mengadakan kembali ujian nasional. Ujian nasional sudah ditiadakan sejak 2021 lalu. Mendikdasmen menyebutkan, kemungkinan ujian nasional akan diterapkan kembali dengan sistem berbeda pada 2026 atau tahun ajaran 2025/2026. (ron)

 

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO