Mataram (Suara NTB) – Panitian Khusus (Pansus) V yang membahas Raperda perubahan terhadap Perda Nomor 8 tahun 2016 tentang Fasilitasi dan Kemudahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di KEK Mandalika, terus melakukan pendalaman materi. Setelah melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat, pansus juga mengundang langsung pihak ITDC dan juga OPD terkait.
Rapat kerja Pansus V dengan ITDC yang digelar di DPRD NTB pada Senin, 6 Januari 2025, salah satu yang menjadi sorotan serius Pansus yakni masih rendahnya nilai investasi di KEK Mandalika, bahkan terbilang masih jauh dari target yang diharapkan.
“Jujur kita prihatin karena sudah luar biasa perhatian pusat ke Mandalika tapi investasi masih jauh dari harapan. Jika dibandingkan nilai investasi di KEK serupa di Sulawesi yang mencapai angka Rp 7-12 triliun, raihan di KEK Mandalika, dirasa sangat jauh,” ungkap Ketua Pansus V, H. Suharto pada Selasa, 7 Januari 2025.
Suharto menjelaskan dari total sebanyak 22 pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya hingga 10 tahun ini, justru nilai investasi yang berhasil diraup baru mencapai kisaran Rp 5,71 triliun. Menurutnya dengan luas areal mencapai 1.175 hektar, tidak seharusnya investasi di KEK Mandalika jauh dari KEK di Sulawesi.
Karena itu, pihaknya mempertanyakan kinerja pihak pengelola yakni, ITDC dalam rangka menggaet investor untuk datang ke Mandalika. “Adanya ranperda ini, adalah cara DPRD NTB untuk memperbaiki iklim investasi di KEK Mandalika agar bisa lebih baik lagi. Minimal Pemprov punya alat ukur untuk mengevaluasi pola-pola promosi yang dilakukan ITDC,” ungkap Suharto.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa Ranperda Perubahan atas Perda Provinsi NTB Nomor 8 tahun 2016 tentang Fasilitasi dan Kemudahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di KEK Mandalika, merupakan perda perubahan sebelumnya. Di mana ada dua pasal perubahan yang dimasukkan dalam ranperda tersebut dalam rangka mengikuti kewenangan provinsi.
“Yang utama, kami ingin agar Pemprov NTB punya ruang untuk menekan ITDC. Mulai pajak alat berat hingga kewajiban melibatkan UMKM pada setiap investor yang masuk ke KEK Mandalika. Ini agar masyarakat sekitar bisa merasakan menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri,” kata Suharto.
Ia menambahkan bahwa Raperda ini dibuat untuk memastikan posisi Pemprov NTB memiliki nilai tawar strategis di kawasan KEK Mandalika. Terlebih, sebelum lahan KEK Mandalika diserahkan HPL pada pemerintah pusat, dulunya merupakan lahan milik pemprov NTB.
“Maka, setiap pasalnya kita bahas detail karena kita ingin KEK Mandalika memberikan efek domino pada kesejahteraan masyarakat. Ini karena kami juga ingin ranperda ini bisa berjalan efektif dengan pemprov juga bisa masuk dan ada kekuatan berbicara di ITDC,” jelas Suharto.
Sementara itu, Anggota Pansus lainnya Suhaimi juga menyoroti sulitnya Pemprov dan Pemkab Lombok Tengah melakukan koordinasi dengan pihak ITDC. Padahal, Pemprov hingga Pemkab Loteng, selalu membantu ITDC dalam rangka menyukseskan setiap gelaran event MotoGP Mandalika. Salah satunya, dengan melakukan pembelian tiket secara besar-besaran.
“Terkesan ada negara diatas negara kalau kita bicara soal ITDC dan Mandalika ini. Jadi, ini yang perlu kita urai masalahnya dengan melakukan rencana aksi atas terbitnya perda ini kedepannya,” tegasnya.
Politisi PDIP ini menegaskan bahwa Raperda yang tengah dibahas pihaknya kali ini, bukan dalam rangka memvonis ITDC salah atau tidak bekerja dalam mengelola KEK Mandalika. Namun ingin memberikan masukan bahwa mengelola KEK Mandalika juga butuh kemitraan dan kerjasama semua pihak.
“Kami (DPRD NTB) ingin lebih banyak mendorong investor sebanyak-banyak datang ke Mandalika tapi ITDC juga harus lebih care dengan masukan dari pemda hingga masyarakat,” pungkasnya. (ndi)