Mataram (Suara NTB) – Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) atau lekat dikenal masyarakat sebagai Bank Dinar menjadi sorotan industri keuangan syariah nasional. Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah BPRS di Indonesia memilih Bank Dinar sebagai tempat belajar dan studi banding.
Tahun 2024 saja, tercatat sejumlah BPRS yang tergabung dalam Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) di Pulau Jawa mengunjungi Bank Dinar di Mataram, Lombok Nusa Tenggara Barat, untuk berdiskui, dan berlajar sukses mengelola industry keuangan syariah.
Selain dari Asbisindo Jawa Barat, tercatat juga rombongan Asbisindo Lampung, Sumatera Barat, juga datang ke Mataram, belajar di Bank Dinar.
Kedatangan insan BPRS dari barat Indonesia ini tujuannya untuk pertukaran ide dan pengalaman dengan Bank Dinar untuk mendorong pertumbuhan industri syariah di masing-masing daerah. Satu rombongan, biasanya terdiri dari 20 BPRS se provinsi.
Fenomena kedatangan BPRS dari luar NTB ini tidak hanya tahun 2024 saja, tahun sebelumnya, sejumlah BPRS juga datang ke Bank Dinar. Diantaranya dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dari Maluku, Luwuk (Sulawesi). Tanpa terkecuali, BPR/BPRS dari dalam daerah sendiri, Provinsi NTB.
Bank Dinar dianggap istimewa. Karena tumbuh sangat baik. Padahal, berada di daerah yang relatif IPM-nya rendah, ekonominya rendah. Mengalahkan BPR/BPRS yang notabenenya ada di daerah besar, ekonomi besar, IPM tinggi, dan SDM dan teknologinya juga unggul, seperti di Jawa.
BPRS dari luar datang ke Mataram, NTB berdiskusi dan belajar tentang tata kelola, pengembangan produk, cara menjaga kualitas pembiayaan agar Non-Performing Financing (NPF)/kredit macet rendah, juga berkembang dengan teknologi.
Wajar saja, jika melihat capainnya, Bank Dinar memang lembaga keuangan yang layak menjadi destinasi study banding BPRS di luar NTB. Dalam delapan tahun terakhir (2017-2024), bank ini mencatat pertumbuhan signifikan. Total aset Bank Dinar meningkat dari Rp176,7 miliar pada 2016 menjadi Rp1,468 triliun pada 2024, tumbuh 730,78 persen. Di periode yang sama, pembiayaan melonjak dari Rp129,5 miliar menjadi Rp1,212 triliun, naik 835,58 persen. Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh dari Rp123,3 miliar menjadi Rp1,080 triliun (776,50 persen). NPF berhasil ditekan dari 2,47 persen menjadi hanya 0,59 persen.
Kedatangan BPRS di Indonesia ke Bank Dinar, tidak lepas dari keingintahuan terhadap tata kelola yang sangat baik yang diterapkan. Sehingga BPRS ini tumbuh melejit. Sebab perusahaan yang tumbuh baik, tidak lepas dari tata kelola dan manajemen yang baik.
“Mereka ingin tahu rahasia kesuksesan Bank Dinar, terutama dalam tata kelola, strategi bisnis, dan pengelolaan pembiayaan bermasalah. Selain itu, pengembangan IT kami juga cukup maju untuk ukuran daerah timur Indonesia,” ujar Mustaen, Direktur Utama Bank Dinar.
Lebih lanjut, bagi Mustaen, kedatangan rombongan BPRS dari berbagai daerah di Indonesia yang datang ke NTB, tidak saja sekedar untuk belajar di Bank Dinar. Lebih dari itu, kehadiran insan BPRS ini turut memberikan sumbangsih terhadap sektor pariwisata daerah ini.
Bank Dinar telah membuktikan diri sebagai institusi keuangan yang mampu bersaing dengan bank syariah lain di daerah yang lebih maju. Fakta bahwa Bank Dinar menjadi destinasi study banding BPRS lainnya di Indonesia menegaskan, bahwa dari provinsi dengan IPM yang lebih rendah dibandingkan provinsi-provinsi besar lainnya, tetap bisa unggul.
Dengan semua pencapaian ini, Bank Dinar tidak hanya menjadi kebanggaan NTB, tetapi juga inspirasi bagi BPRS lain di seluruh Indonesia. (bul)