Mataram (Suara NTB) – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB masih menerima aduan siswa terkait penahanan ijazah pada awal tahun 2025 ini. Padahal tindakan menahan ijazah tergolong perbuatan maladministrasi. Pihak sekolah didorong memahami aturan terkait ijazah, di samping perlu memperkuat komunikasi dengan orang tua siswa.
Penahanan ijazah dilakukan oleh salah satu SMK Negeri di Mataram. Ijazah tidak diberikan, karena alasan siswa belum melunasi BPP.
Pengamat pendidikan yang juga Dekan FKIP Ummat, Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., pada Selasa, 28 Januari 2025 mengatakan, aturan sangat jelas bahwa jika pemegang KIP tidak dibebankan BPP. Oleh karena itu, apapun alasanya sekolah tidak diperbolehkan menahan ijazah siswa.
“Banyak lembaga pendidikan yang tidak memahami dengan baik aturan tersebut. Kiranya perlu adanya penguatan yang masif kepada sekolah agar aturan terkait BPP dipahami dengan baik,” saran Nizaar.
Selain itu, jika bukan siswa pemegang KIP, maka sekolah perlu melakukan komunikasi yang baik dengan orang tua agar tidak terjadi penahanan ijazah. Nizar menyampaikan, kelemahan pola komunikasi antara sekolah dan orang tua terletak pada cara berkomunikasi.
“Umumnya sekolah hanya menitipkan pesan atau catatan untuk orang tua melalui siswa. Seharusnya komunikasi terjadi secara langsung, bukan melalui perantara siswa. Cara ini tidak bisa menghadirkan solusi, malah miskomunikasi,” jelas Nizaar.
Nizar juga menduga, para kepala sekolah memahami aturan tersebut. Namun, kemungkinan jajaran di bawahnya yang kurang paham terkait aturan mengenai BPP dan ijazah.
“Para kepala sekolah sebenarnya paham hal tersebut. Namun, bisa jadi hanya kepala sekolahnya yang paham tapi jajaran di bawahnya yang mengurusi dan membagi ijazah tidak paham,” pungkas Nizaar.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono mengatakan, sebelumnya sekolah ini sudah beberapa kali dilaporkan terkait penahanan ijazah, karena siswa belum melakukan pelunasan uang BPP. Dari hasil pemeriksaan ke sekolah tersebut pada Jumat, 24 Januari 2025, Ombudsman menemukan fakta bawa siswa pernah datang ke sekolah untuk mengambil ijazah. Namun pihak sekolah tidak memberikan ijazah ķarena siswa belum melunasi uang BPP.
“Sangat disayangkan sikap sekolah tersebut. Apalagi siswa ini pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan ijazah tersebut dibutuhkan untuk melamar pekerjaan,” ujar Dwi Sudarsono.
Dwi menegaskan, aturannya sudah jelas dalam Persekjen Kementerian Pendidikan tentang Spesifikasi Teknis dan Bentuk, Serta Tata Cara Pengisian, Penggantian, dan Pemusnahan Blangko Iiazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menegah. Persekjen itu menyebutkan bahwa satuan pendidikan tidak diperkenankan menahan atau tidak memberikan ijazah dengan alasan apapun.
Perbuatan sekolah yang menahan ijazah bentuk ketidakpatuhan terhadap instruksi yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB. Dikbud NTB melarang sekolah menahan ijazah dengan alasan apapun. (ron)