Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Provinsi NTB memperkirakan lima dokumen Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Pemerintah Pusat akan ditetapkan pada bulan Maret tahun ini.
Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB, Izzuddin Mahili menyatakan proses penetapan WPR cukup alot dan membutuhkan waktu, pasalnya Pemerintah Pusat mempertimbangkan berbagai hal supaya kegiatan pertambangan tidak berdampak buruk pada lingkungan dan masyarakat.
“Penerbitan WPR kita coba tahun 2025 ini karena informasinya sih satu dokumen membutuhkan waktu yang cukup lama, dari mereka survey sekitar enam bulan, turun ke lapangan,” ujarnya kepada Suara NTB, Jumat, 31 Januari 2025.
Dikatakan, proses penetapan WPR di NTB telah berlangsung sejak tahun 2020. Hingga kini, sebanyak 60 blok sudah diajukan untuk mendapatkan status WPR. Namun, yang baru diberikan izin oleh Pemerintah Pusat hanya 16 blok.
“Dari 2018 sudah berproses, sekitar 60 blok diajukan penertiban WPR, cuma keterbatasan anggarannya, dari 60 tersebut belum ada yang ditetapkan WPR, kita masih menunggu 16 blok untuk dibuatkan pengelolaan WPR,” bebernya.
Menurutnya, selain dari mempertimbangkan lingkungan, kendala lain yang menyebabkan proses penetapan izin WPR berjalan lama akibat dari keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Begitupun dengan Pemerintah Daerah, setelah WPR ditetapkan, Pemprov NTB akan menertibkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk kelima dokumen WPR tersebut. Yang mana, dari setiap dokumen WPR, akan ada dua dokumen IPR berupa dokumen rencana reklamasi dan dokumen pasca tambang. Yang mana dokumen tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk penerbitannya.
“WPR ini ada lima dokumen, kita punya tanggung jawab ada dua dokumen lagi. Dokumen rencana reklamasi, sama dokumen pasca tambang, dua dokumen itu untuk satu dokumen pengelolaan WPR, kalau ada lima berarti kita harus siapkan 10 dokumen, ini butuh biaya lumayan,” katanya.
Untuk menerbitkan 10 dokumen tersebut, Dinas ESDM NTB telah berkoordinasi dengan eksekutif dan legislatif supaya penertiban dokumen bisa dilangsungkan dengan bantuan anggaran dari kedua belah pihak.
Selain itu, anggaran juga dibutuhkan untuk melakukan sosialisasi ketika lima dokumen WPR tersebut sudah terbit. Selain sosialisasi, Pemprov NTB juga perlu melakukan pengumuman penertiban, penyiapan berita acara, serta perubahan Peraturan Daerah (Perda) terkait pengelolaan pertambangan. Saat ini, Perda yang ada belum mengatur secara spesifik mengenai IPR.
Adapun untuk blok pertambangan yang belum mendapatkan dokumen WPR, Pemerintah Daerah NTB berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat agar proses penetapan WPR bagi blok-blok lainnya dapat dilanjutkan di tahun berikutnya. “Kalau dokumen pengelolaan 16 blok ini sudah keluar, sisanya terus kita koordinasi dengan Pemerintah Pusat supaya tahun berikutnya ada lagi untuk penetapan,” ucapnya. (era)