Mataram (Suara NTB) – Kebijakan efisiensi anggaran Presiden RI, Prabowo Subianto, turut mempengaruhi industri perhotelan. Diperkirakan, hotel-hotel di Mataram, akan mengalami penurunan presentase pendapatan 40 sampai 50 persen Year on Year (YoY). Dengan kata lain, pendapatan mereka bisa anjlok hingga separuh dari tahun lalu.
Demikian disampaikan Humas Representative Asosiasi Hotel Mataram (AHM), Fajar Ashidiqi, yang dihubungi Suara NTB, Jumat malam 14 Februari 2025.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025, salah satu sasaran efisiensi adalah kegiatan perjalanan dinas.
Perjalanan dinas adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan pegawai atau pejabat untuk kepentingan pekerjaan kedinasan. Dimana industri perhotelan seringkali dimanfaatkan untuk terlaksananya kegiatan ini.
Di NTB, Kota Mataram merupakan tempat pusat pemerintahan Provinsi NTB. Oleh sebab itu, sebagain besar hotel di kota Mataram, adalah bisnis hotel yang memiliki fasilitas mendukung kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions).
“Untuk sekarang para anggota AHM secara keseluruhan memikirkan kekhawatiran yang sama, khusus di Kota Mataram. Bahwa efisiensi anggaran pemerintah terhadap kegiatan dinas dalam hal ini kegiatan meeting, ceremonial dan event lainnya serta perjalanan dinas yang diadakan di Mataram akan terasa sangat berdampak bagi bisnis perhotelan di Mataram,” jelasnya.
Pada kuartal pertama ini, para pelaku bisnis hotel belum bisa memperhitungkan secara keseluruhan dampak efisiensi anggaran ini. Namun mengacu pada prediksi menuju kuartal kedua dan kuartal ketiga, para pelaku bisnis sudah menghitung kemungkinan terjadinya penurunan permintaan, dengan membandingkan tahun 2024 dan tahun 2025.
Dikatakan bahwa yang menjadi perhatian khusus adalah dengan menurunnya permintaan penggunaan fasilitas hotel, akan berdampak pada kualitas pendapatan hotel. Yang tentu saja akan berdampak juga pada kemampuan hotel untuk membayarkan gaji, service charge dan tunjangan pegawai. Bahkan, pengurangan pegawai.
“Pelaku bisnis hotel pasti tidak ingin ada status pegawai dirumahkan, yang jadi harapan kami pemerintah bisa mempertimbangkan, evaluasi lebih lanjut sebagai jawaban jika rencana efisiensi pemerintah pusat dilakukan,” pungkasnya.
Direncanakan AHM akan mengadakan pertemuan untuk membahas dampak efisiensi anggaran terhadap industri perhotelan. “Untuk AHM pasti, kita lebih meminta PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) sebagai stakeholder bisnis hotel dan restaurant yang bisa minta atensi ke pemerintah,” ucapnya.
Namun untuk waktunya belum bisa dipastikan, kapan pertemuan ini akan berlangsung. Dikarenakan para pelaku bisnis hotel, sedang fokus mengurus hotel masing-masing.
Pihak AHM berharap pemerintah pusat bisa mempertimbangkan lebih lanjut, dampak dari efisiensi anggaran ini. Serta tindakan alternatif yang dapat dilakukan untuk menjaga kestabilan okupansi hotel di Kota Mataram. (hir)