Dompu (Suara NTB) – Tambak udang diduga berkontribusi dalam pencemaran lingkungan. Kabupaten Dompu memiliki 5 izin tambak undang intensif dan baru 3 izin yang memiliki Istalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun Dompu juga memiliki 930 ha tambah dengan system tradisional yang ada di Teluk Cempi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu, Amiruddin, S.Hut yang dikonfirmasi, Jumat, 28 Februari 2025 mengungkapkan, ada 5 izin tambak udang di Kabupaten Dompu. Yaitu PT Anugerah Berkah Berkelimpahan di Desa Kiwu, CV Kiwu Sukses Bersama di Desa Kiwu, PT Alfa Segara Makmur di Desa Nangakara, CV Sumber Mata Air Bima di Desa Soritatanga, dan Ir Mulyadi Tjahyono DKK di Hodo Desa Soritatanga.
Dari 5 izin ini, ada 3 yang sudah memiliki IPAL. Satu diantaranya sudah beroperasi, dan 2 lainnya masih tahap persiapan. Yang sudah beroperasi tambak milik Ir Mulyadi Tjahyono, DKK di Hodo Desa Soritatangan Kecamatan Pekat. “Tidak semua memiliki IPAL. Yang memiliki pun masih pada proses pengendapan secara alami. Belum sampai pada mengolah sebelum dibuang ke laut,” katanya.
Amiruddin juga mengaku, di wilayah teluk Cempi masih dengan budidaya tradisional. Luasnya sekitar 2.600an ha yang tersebar di wilayah Kecamatan Pajo, Dompu, dan Woja. Tambak udang seluas 930 ha dan sisanya tambak bandang dan lainnya. “Itu dimiliki oleh 1.600an orang. Kalau dirata – ratakan, 1 ha lebih per orang,” ungkap Amiruddin.
System tradisional yang digunakan petani tambak di Teluk Cempi hanya mengandalkan alam dalam system budidayanya. Posisi yang jauh dari laut, membuat petani mengandalkan air pasang untuk mendapatkan air laut untuk budidayanya dan ini dilakukan secara alami. Sehingga potensi rugi dan untungnya sama – sama besarnya.
Berbeda dengan system intensif yang padat modal. System budidayanya menggunakan lingkungan disteril dan direkayasa. Pengelolaan lingkungan, terutama dari aktivitas air limbah yang dibuat saat panen dan ganti air. Pada proses ini seharusnya ada instalasi pengolahan airnya agar tidak mencemari air laut dari proses buangannya.
Terkait kewajiban Perusahaan, Amiruddin mengaku, dalam system budidaya tidak dibolehkan ada penarikan retribusi. Berbeda dengan mereka yang menggunakan system intensif, karena menggunakan air laut langsung, ada kewajiban PNBP yang disetorkan ke negara sekali dalam setahun. (ula)