spot_img
Senin, Maret 24, 2025
spot_img
BerandaEKONOMIPemerintah Harus Turun Tangan Atasi “Mass Buying” Tiap Ramadan

Pemerintah Harus Turun Tangan Atasi “Mass Buying” Tiap Ramadan

FENOMENA kenaikan harga bahan pokok saat mulai memasuki bulan Ramadan terus berulang. Kenaikan harga ini tidak seribu, dua ribu, bahkan hingga empat kali lipat harga normal. Contohnya saja cabai. Harga normal komoditas ini berada di angka Rp25-30 ribu per kilogram. Kini masyarakat harus membayar hingga Rp120 ribu untuk mendapatkan satu kg sayuran pedas tersebut. Belum lagi kebutuhan pokok yang lain.

Untuk mengatasi fenomena lonjakan harga tiap memasuki Ramadan, akademisi menilai pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi mass buying atau pembelian secara berlebihan oleh masyarakat.

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Al-Azhar Mataram, Muhammad Sayuti, SE., MM., menilai pembelian secara berlebihan setiap memasuki bulan Ramadan menjadi faktor utama kenaikan harga bahan pokok.

“Adanya tradisi dalam budaya kita, misalnya borong makanan. Merasa lapar di siang hari, kemudian membeli semuanya untuk dimakan pada saat berbuka,” ujarnya saat dihubungi Ekbis NTB, Sabtu, 1 Maret 2025.

Selain borong makanan, tradisi buka bersama (bukber) juga dinilai menyumbang kenaikan harga bapok. Yang mana kebutuhan akan bahan pokok oleh rumah makan, restoran, akan meningkat signifikan. Adanya makanan khas tertentu juga tak luput menyebabkan kenaikan bapok. Contohnya saja kolak, makanan manis ini membutuhkan kelapa untuk pembuatannya. Sehingga, harga kelapa saat ini cukup tinggi, mencapai Rp10 ribu per buah.

“Bukber keluarga, maupun teman sejawat sehingga kebutuhan akan bahan makanan kita akan meningkat. Sehingga terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga,” sambungnya.

Secara teori ekonomi, menurut Sayuti, harusnya pada saat bulan Ramadan kebutuhan akan bahan pangan akan menurun. Sebab masyarakat hanya mengkonsumsi makanan selama dua kali, yaitu pada saat sahur dan berbuka. Namun, malah terbalik, masyarakat banyak melakukan mass buying bahkan panick buying fi saat bulan Ramadan.

“Seharusnya, secara teori ekonomi ketika kita berpuasa itu konsumsi kita akan berkurang. Yang makan di luar bulan puasa kita makan tiga kali sehari, di puasa terjadi penghematan. Tapi kenyataannya kita makan hanya dua kali dalam bulan puasa justru di sanalah terjadi peningkatan konsumsi,” jelasnya.

Untuk mengerem fenomena kenaikan harga yang terus berulang ini, Sayuti mengatakan pemerintah harus turun tangan untuk distribusi dan memberikan pengertian kepada masyarakat agar tidak berbelanja secara berlebih-lebihan. Begitu pun dengan masyarakat dikatakan harus mengetahui hakikat dari puasa itu sendiri.

“Konsepnya pemerintah harus bisa mengendalikan harga. Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan atau dinas terkait paling tidak harus mampu menstabilkan harga. Sehingga kenaikan harga tidak begitu berpengaruh terhadap kaum kurang mampu yang justru itu yang terbanyak di tempat kita,” jelasnya.

Selain pemerintah dan masyarakat, dibutuhkan juga peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan hakikat dari bulan Ramadan kepada masyarakat. “Ramadan tidak harus disikapi dengan memborong bahan pokok. Konsumsi kita sehari-hari sebagaimana di bulan puasa,” pungkasnya. (era)

IKLAN

spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -



VIDEO