Mataram (Suara NTB) – Menjelang Musyawarah Wilayah (Muswil) DPW PAN Nusa Tenggara Barat (NTB), sejumlah kader mulai disebut-sebut sebagai calon Ketua DPW PAN NTB untuk periode 2025-2030. Salah satu nama yang kembali dijagokan adalah H. Muazzim Akbar, yang telah memimpin DPW PAN NTB selama tiga periode.
Ketika dikonfirmasi terkait kemungkinan dirinya kembali mencalonkan diri, Muazzim memberikan jawaban normatif. Ia menegaskan bahwa dirinya masih menunggu arahan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN.
“Soal Ketua DPW, saya menunggu arahan DPP. Apa pun keputusan dan perintah dari Ketua Umum Zulkifli Hasan, saya siap menjalankan. Namun, sampai saat ini belum ada arahan resmi, hanya instruksi untuk mempersiapkan Muswil,” ujarnya pada Selasa, 11 Maret 2025.
Selain menjabat sebagai Ketua DPW PAN NTB, Muazzim juga saat ini tercatat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PAN, mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) NTB 2. Meski mendapat dukungan kuat untuk kembali memimpin DPW PAN NTB, ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki ambisi pribadi untuk mempertahankan posisi tersebut.
“Secara pribadi, saya ingin melihat adanya regenerasi di PAN NTB. Selain itu, saya juga telah masuk dalam kepengurusan DPP sebagai salah satu ketua. Tapi, semua keputusan tetap bergantung pada arahan dari DPP,” katanya.
Prioritas Kader Eksekutif untuk Pimpin DPD PAN Kabupaten/Kota
Muazzim juga menyoroti kepengurusan DPD PAN di tingkat kabupaten/kota. Ia menyatakan bahwa pihaknya memprioritaskan kader-kader yang saat ini duduk di kursi eksekutif—baik sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif—untuk maju sebagai Ketua DPD PAN di masing-masing daerah.
“Kami berharap kader PAN yang berada di eksekutif dapat menjadi Ketua DPD. Hal ini penting sebagai bagian dari persiapan PAN menghadapi Pemilu 2029,” ujarnya.
Menurut Muazzim, salah satu fokus utama dalam Muswil kali ini adalah merancang strategi partai dalam menghadapi Pemilu 2029. PAN, kata dia, perlu menyiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai kemungkinan sistem pemilu yang akan diterapkan, baik terbuka maupun tertutup.
“Jika pemilihan bupati dan gubernur nanti menggunakan sistem tertutup atau terbuka, kami meminta kader di eksekutif untuk memperkuat dukungan. Paling tidak, mereka bisa menambah kursi dan kembali terpilih sebagai bupati di masing-masing daerah,” pungkasnya. (ndi)