spot_img
Senin, April 28, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMPOLITIKKetua MPR: Revisi UU TNI Disesuaikan dengan Perkembangan Zaman

Ketua MPR: Revisi UU TNI Disesuaikan dengan Perkembangan Zaman

Jakarta (Suara NTB) – Ketua MPR RI, Ahmad Muzani mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI digulirkan sebagai bentuk penyesuaian institusi tersebut dengan perkembangan zaman.

Menurut dia, penguatan posisi TNI perlu dipertegas mengingat UU tersebut tidak pernah dilakukan revisi lebih dari dua dekade.

“Saya kira penguatan posisi TNI perlu dipertegas dan saya kira Undang-Undang TNI kan sudah dilakukan revisi terakhir 25 tahun lalu, hampir 25 tahun lalu, jadi penyesuaian-penyesuaian terhadap keadaan,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.

Dia lantas melanjutkan, “Apalagi TNI sebuah kekuatan yang sangat penting, sangat vital perannya bagi negara. Saya kira penyesuaian-penyesuaian bagi posisi lembaga tersebut.”

Menyoal hal tersebut, dia memandang posisi dan sejumlah isu menyangkut TNI harus dirumuskan kembali dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI). Misalnya, kata dia, terkait perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI.

Menurut dia, perpanjangan batas usia tersebut dapat merujuk pada kemampuan prajurit yang masih optimal untuk tetap mengabdi.

“Kalau misalnya soal diperpanjang karena seseorang menjadi jenderal melalui sebuah tahapan yang panjang, dengan pendidikan yang panjang juga, dengan biaya yang juga sangat mahal (maka) ketika yang bersangkutan pensiun di usia 58 (tahun) rata-rata juga masih segar bugar dan masih cukup kuat,” ujarnya.

Dia menyebut TNI dapat saja menduduki jabatan sipil ataupun politik, namun harus terlebih dahulu pensiun dari dinas keprajuritan.

“Kalau presiden menyetujui saya kira enggak ada masalah, yang penting presiden memberikan persetujuan yang bersangkutan pensiun dari jabatan posisi yang aktif,” katanya.

Dia menegaskan kembali bahwa prajurit TNI yang ditempatkan pada jabatan sipil tertentu di luar aturan penempatan prajurit TNI pada kementerian/lembaga dalam UU TNI maka harus mundur dari kedinasannya.

“Ya, kalau dia di situ ya harus mundur, dan yang ditempatkan di situ biasanya orang-orang yang memiliki kapasitas atau berminat dengan persoalan pertanian, peternakan, kan tentara meski memiliki keahlian dalam bidang dunia militer secara personal, tapi ada juga orang orang yang memiliki kemampuan dalam bidang-bidang teknis, pertanian, peternakan, perikanan dan sebagainya,” ujar dia.

Dia mengatakan agar revisi UU TNI tetap mengedepankan supremasi sipil maka mekanisme pengaturan tentang kedudukan hingga penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga harus diatur secara rigid.

“Harus rigid di Undang-Undang TNI supaya sipil tidak merasa terganggu dan seterusnya, harus rigid peraturannya,” ucapnya.

Muzani memandang aspirasi yang disampaikan publik terkait proses penyusunan RUU TNI tak ubahnya sebagai dinamika dalam berdemokrasi di tanah air.

Dia menekankan pula bahwa RUU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru. “Saya kira enggak, saya kira dwifungsi otomatis apa saja bisa, ini kan ada beberapa yang batasan-batasanya,” katanya.

Tak Hidupkan Dwifungsi

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

Pernyataan ini disampaikan menanggapi polemik dan penolakan dari sebagian masyarakat terhadap revisi UU tersebut.

“Tidak, kita pastikan enggak,” ujar Prasetyo di Jakarta, Senin.

Prasetyo meminta semua pihak untuk lebih teliti dalam memahami isi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang beredar.

Dia menyebut bahwa hal-hal yang dipolemikkan saat ini mungkin tidak ada dalam pembahasan resmi.

Prasetyo mengingatkan agar masyarakat tidak terpancing oleh narasi yang mempertentangkan atau menciptakan dikotomi terkait revisi UU TNI.

Prasteyo menegaskan bahwa TNI adalah institusi milik bangsa dan negara, sehingga semua pihak berkewajiban untuk menjaganya.

“Jadi tolonglah untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan seolah-olah ada dikotomi, kemudian disampaikan juga masyarakat akan kembali ada dwifungsi ABRI, tidak begitu,” tegas dia.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk memperkuat TNI sebagai institusi negara yang berperan penting dalam melindungi kedaulatan bangsa dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.

“Jadi berkenaan misalnya penugasan-penugasan, jangan itu kemudian dimaknai sebagai dwifungsi ABRI, tidak. Manakala dibutuhkan, tidak hanya TNI, kita semua manakala dibutuhkan, dan memiliki keahlian kita harus siap,” kata Prasetyo.

Dia mencontohkan penugasan TNI dalam penanganan bencana, yang selama ini dilakukan bersama kepolisian dan instansi lain.

Prasetyo mengatakan bahwa penugasan semacam itu tidak boleh dimaknai sebagai bentuk dwifungsi ABRI, melainkan sebagai bentuk kontribusi TNI ketika dibutuhkan sesuai keahliannya. (ant)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -





VIDEO