spot_img
Kamis, April 24, 2025
spot_img
BerandaNTBLOMBOK UTARADi Balik Perusakan Polsek Kayangan dan Kasus Gantung Diri

Di Balik Perusakan Polsek Kayangan dan Kasus Gantung Diri

SEUTAS tali nilon masih tergantung, menjadi saksi hilangnya nyawa seorang warga Dusun Batu Jompang, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Rizkil Wathani (RW). Tali berwarna biru tersebut diikatkan korban pada bahan kanal yang ada di langit-langit kamar pada kios di mana korban biasa berjualan es campur.

Tubuh korban menghadap ke arah kiblat dalam posisi berdiri. Ujung kaki korban hanya berjarak beberapa cm (sentimeter) saja dari lantai. Seandainya korban ingin selamat, korban bisa saja menggapai tali yang melilit lehernya, menaikkan sedikit kakinya ke kursi plastik yang digunakan sebelumnya sebagai bantalan saat mengikat tali pada kanal plafon. Namun itu tidak dilakukan korban. Keluarga lantas membayangkan, betapa psikologi korban sangat tersiksa pasca-penandatanganan perdamaian perselisihan HP yang ditandatangani tanggal 8 Maret 2025 dengan Kasir Alfamart bernama, Raden Faozan.

Siapa yang membuat psikis korban menjadi sangat tersiksa? Atau betulkah korban mendapat intimidasi berupa tuntutan harus menyerahkan sejumlah uang agar terhindar dari tahanan aparat keamanan sebagaimana diceritakan orang tua korban? Hanya korban yang tahu.

Namun sebelum korban meninggal dunia, ia sempat meletakkan jejak tinta pada selebaran koran bekas di dinding ruangan kios. Bunyinya “Kejujuran Sudah Tidak Berguna”.

Entah siapa yang disindir oleh korban, sedangkan pengakuan orang tua, keluarga dan warga, RW adalah pribadi yang introvert, jauh dari selisih, atau bahkan hubungan renggang misalnya (maaf) dengan lawan jenis (pacar).

RW berstatus anak piatu, usai ibunya meninggal dunia saat usianya beberapa bulan. Bahkan di usia 2 bulan, ia dirawat bibinya, Nurhasanah. Ia menamatkan sekolah Tsanawiyah dan Aliyah pada sekolah Madrasah di Desa Sesait. Hingga gempa 2018 membuka peluang baginya untuk melanjutkan kuliah.

RW menangkap peluang pendidikan gratis tatkala pemerintah ketika 2018 silam, menggratiskan kuliah sampai lulus kepada putra/putri korban gempa asal Lombok. RW pun mendaftar di IKIP Mataram dan diterima. Namun ia mengalihkan lembaga kampusnya setelah mendapat informasi lowongan studi pada salah satu Perguruan Tinggi di Semarang. Di Semarang inilah, ia menempuh studi dan tamat pada tahun 2022. Dalam kurun waktu 4 tahun, Jurusan Planologi (Tata Ruang) ia tuntaskan dengan baik. Selanjutnya, pada 2022 ia melamar di Pemda sebagai tenaga honorer. Baru pada tahun 2023, ia mengikuti seleksi ASN PPPK dan dinyatakan lulus.

“Kami banyak dibantu oleh almarhum, dari menyiapkan proposal ke dinas-dinas untuk mendapatkan program bantuan,” aku Kades Sesait, Susianto, saat di Pemakaman almarhum, Selasa, 18 Maret 2025.

Di antara anggota keluarga yang terpukul dengan kasus ini, sang bibi, Nurhasanah. Ia tinggal sendiri dalam kondisi disabilitas. Kakinya tak bisa berjalan normal dan harus menggunakan alat bantu.

“Watan yang paling sering membantu Bi Nur. Kalau pagi mengantar ke pasar, mengisikan pulsa listrik dan membantu pekerjaan lain,” aku Sudi, sepupu korban.

Empati untuk Watan mengalir dari warga 5 dusun sekitar Batu Jompang. Terlebih, warga mengenal almarhum sebagai pribadi yang baik. Pernah menjadi Ketua Remaja Dusun Batu Jompang, mengkoordinir kegiatan remaja, hingga menjadi Imam Sholat Tarawih di Masjid setempat.

Mantan Kadus Batu Jompang, Hamdan Wadi, tegas mengakui tidak ada masalah sosial yang menjerat almarhum di kehidupan sosialnya dengan masyarakat sekitar. Sehingga, menurut dia, diduga kuat almarhum mendapat tekanan yang membunuh karakter dan mentalnya sebagai warga negara yang baik.

Senin, 17 Maret 2025, sekitar pukul 17.00 Wita saat korban ditemukan meninggal tergantung, sahabat, kerabat dan warga yang berempati pun mulai menelusuri sebab korban memutuskan gantung diri. Rekam digital korban curhat dengan Meta AI pun langsung diamankan. Di sana terekam keluh kesah korban.

“(Menyebut profesi) setiap hari meminta saya bahwa saya yang mengambil barang tersebut. Saya hanya mengakui berdasarkan cctv ya, emang saya yang mengambil secara tidak sadar. (Profesi) tidak menerima alasan tersebut. Mereka hanya ingin mengakui bahwa saya mengambil barang tersebut,” tulis korban pada kolom Meta AI.

Flashback pada kasus tertukarnya HP korban dengan kasir Alfamart, Raden Faozan, kejadiannya berlaku sekitar tanggal 7 Maret. Hal ini merujuk pada keterangan miskomunikasi bisa diselesaikan 1 hari setelah kejadian. Korban dengan Kasir, telah sepakat menandatangani perjanjian damai tertanggal 8 Maret. Artinya, jika tidak ada “figur” eksternal diantara kedua orang ini yang terlibat, maka masalah selesai. Namun tak disangka, baik Nurhasanah, bibi korban, dan Nasrudin, orang tua korban, mengakui jika korban mendapat tekanan sampai tanggal 17 Maret.

“Anak saya tetap disuruh mengakui telah mencuri barang bukti. Sesuatu yang ia tidak pernah lakukan.”

“Anak saya pernah bercerita, lebih baik mati dari pada mengakui perbuatan yang ia tidak lakukan,” tegas Nasrudin mengutip prinsip sang anak.

Dugaan kuat adanya tekanan oknum aparat Polsek Kayangan ini pulalah yang menyulut ratusan bahkan ribuan warga berbagai Dusun pada Senin malam, mendatangi Mapolsek. Seolah tak percaya dengan kinerja aparat institusi di kecamatan itu, mereka pun menyulutkan emosi dengan merusak fasilitas kantor Polsek Kayangan, membakar kendaraan roda dua yang dikendarai aparat. (ari)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO