Mataram (Suara NTB) – Salah satu fokus Pemprov NTB saat ini yaitu mengentaskan kemiskinan. Khusus untuk kemiskinan ekstrem, penanganannya terus diintensifkan bersama dengan pemda kabupaten/kota di NTB dengan target nol angka kemiskinan ekstrem. Paling lambat tahun 2027 mendatang, tak ada lagi kasus kemiskinan ekstrem di daerah ini.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Dr. Mahjulan mengatakan, secara umum angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem terus menurun setiap tahun. Di era pemerintahan Jokowi, kemiskinan ekstrem sebenarnya harus tuntas akhir tahun 2024 kemarin. Namun demikian target tersebut belum bisa tercapai, sehingga upaya pengentasannya tetap berlanjut di tahun ini.
“Harapan presiden sebelumnya kemiskinan ekstrem nol persen. Tapi kalau nol bulat sepertinya belum memungkinkan di 2024. Nggak tahu saya skenario teman-teman itu antara 2025 atau 2026 harus diselesaikan. Ada target seperti itu. Paling lama 2027 kemiskinan ekstrem sudah tak ada,” kata Mahjulan kepada Suara NTB, Jumat, 21 Maret 2025.
Menurutnya, saat ini saat ini yang perlu diberikan atensi besar oleh pemda yaitu terkait dengan validasi data. Setelah datanya valid, maka prioritas selanjutnya adalah bagaimana ketepatan sasaran di dalam implementasi program.
“Ini terus diupayakan oleh teman-teman karena memang elemen pembentuk kemiskinan itu cukup banyak ya. Ada sekitar 12 elemen,” katanya.
Dalam pernyataan sebelumnya, Kepala Bappeda NTB Dr. H Iswandi mengatakan, berdasarkan rilis BPS Maret 2024, Kemiskinan Ekstrem Provinsi NTB Tahun 2024 sebesar 2,04 persen. Turun 0,6 persen dibanding tahun 2023 yang berjumlah sebanyak 2,64 persen.
“Angka Kemiskinan Ekstrem NTB yang 2,04 persen tahun 2024 berada di posisi delapan besar nasional,” kata Iswandi.
Jika dipilah per kabupaten/kota di NTB, angka kemiskinan ekstrem terendah berada di Kabupaten Lombok Tengah yaitu 0,72 persen dan tertinggi di Kabupaten Lombok Utara dengan angka 5,79 persen.
Ada lima kabupaten/kota yang mengalami penurunan angka kemiskinan yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Lombok Utara, dan Kota Mataram. Sementara lima kabupaten/kota yang mengalami kenaikan angka kemiskinan ekstrem yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Bima.
Adapun jumlah penduduk miskin ekstrem di NTB mengacu pada dua data yang berbeda. Mengacu data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), warga miskin ekstrem di NTB sebanyak 282.486 jiwa. Sedangkan berdasarkan angka regsosek, warga miskin ekstrem di daerah ini sebanyak 119.932 jiwa.
“Yang terpenting di tahun 2025, angka kemiskinan ekstrem yang 119.932 jiwa jangan sampai tak tertangani, itu harapan kita, sehingga ini menjadi prioritas yang menggunakan data regsosek” tegasnya.
Dikutip dari berbagai sumber, kemiskinan ekstrem diartikan sebagai kondisi di mana individu atau kelompok hidup di bawah garis kemiskinan internasional, yaitu dengan pendapatan kurang dari 1,90 Dolar AS per hari berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity). Kondisi ini mencerminkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Paritas daya beli ditentukan menggunakan absolute poverty measure yang konsisten antarnegara dan antarwaktu. Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan. Sehingga jika dalam 1 keluarga terdiri dari 4 orang (ayah, ibu, dan 2 anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp1.288.680 per keluarga per bulan maka mereka dikategorikan sebagai miskin ekstrem.(ris)