spot_img
Selasa, April 22, 2025
spot_img
BerandaNTBWaspadai Isu Pembukaan Pengiriman PMI ke Timur Tengah

Waspadai Isu Pembukaan Pengiriman PMI ke Timur Tengah

KEPALA Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Nusa Tenggara Barat (NTB), I Gede Putu Aryadi, S.Sos.MH mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap isu pembukaan kembali pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah, khususnya ke Arab Saudi. Pihaknya juga mengingatkan warga berhati-hati dengan oknum calo yang tidak bertanggung jawab.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada pemberitahuan resmi dari pemerintah mengenai kebijakan tersebut. “Belum ada surat resmi, kita tunggu info resmi dari KP2MI. Buka keran PMI ke Timur Tengah itu masih isu domestik. Kita tidak bisa menanggapi sebelum ada pemberitahuan resminya. Jika tidak hati-hati, ini bisa dimanfaatkan oleh calo,” ujarnya saat dihubungi Ekbis NTB.

Terkait potensi pembukaan kembali penempatan PMI di sektor domestik, Aryadi mengatakan pemerintah masih membahas skema perlindungan yang tepat. Namun, untuk saat ini pihaknya belum bisa menjelaskan apa-apa sebab belum adanya surat resmi dari pemerintah pusat.

“Kita belum tahu skemanya seperti apa. Yang jelas, jika ada perjanjian antar negara, perlindungan harus dipastikan. Jangan sampai dibuka tanpa konsep perlindungan yang jelas, karena akan menyulitkan di kemudian hari,” sambungnya.

Aryadi menyoroti pentingnya pola perlindungan bagi PMI di sektor domestik. Saat ini, pemerintah sedang mengupayakan skema agar PMI yang bekerja di sektor domestik bisa ditempatkan melalui perusahaan dan mendapatkan asuransi, sehingga dokumen pekerja tidak lagi dipegang oleh majikan.

“Yang mau kita ubah adalah sektor domestik harus ditempatkan oleh perusahaan dengan perlindungan yang jelas. Dulu banyak kasus pekerja yang tidak bisa pulang karena dokumen mereka dipegang majikan,” ungkapnya.

Untuk sektor formal, kata Gede, pengiriman PMI ke Timur Tengah masih berlangsung dan tidak bermasalah. Beberapa negara seperti Turki, Abu Dhabi, dan Arab Saudi masih menerima PMI yang bekerja di sektor formal. Namun, sektor domestik, seperti asisten rumah tangga (ART), menjadi perhatian karena sebelumnya banyak kasus pelanggaran hak pekerja.

Dijelaskan, untuk sektor formal penempatan pekerja dilakukan melalui perusahaan yang memiliki standar rekrutmen yang jelas. “Kalau formal seperti barista, pekerja industri, itu ada kepastian. Tapi kalau domestik, yang sering jadi masalah adalah hubungan kerja antara pekerja dan majikan langsung tanpa perlindungan yang memadai,” tambahnya.

Sementara itu, sejak tahun 2015, pemerintah menutup penempatan PMI di sektor domestik karena banyaknya kasus penyiksaan dan pekerja ilegal. “ART dan pekerjaan domestik lainnya banyak yang kita pulangkan karena bermasalah. Banyak yang berangkat secara ilegal dan mengalami kekerasan di negara tujuan,” katanya.

Ia menekankan semua jenis pekerjaan memiliki nilai yang sama, begitupun dengan perlindungan tenaga kerja harus menjadi prioritas. “Jenis pekerjaan apapun harus memiliki perlindungan, termasuk gaji, waktu kerja, serta kondisi kerja yang layak. Ini yang harus dipastikan oleh negara,” tegasnya.

Menurutnya, salah satu penyebab utama diberlakukannya moratorium penempatan PMI di sektor domestik adalah lemahnya perlindungan terhadap pekerja, sehingga banyak kasus kekerasan yang menimpa pekerja migran.

“Dulu kita menutup karena banyak kasus, dan dokumen PMI dipegang oleh majikan. Jika mereka mengalami kekerasan, sulit bagi kita untuk membantu. Itu yang harus kita hindari,” pungkas Aryadi. (era)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -




VIDEO