Mataram (Suara NTB) – Seorang balita di Bima diduga menjadi korban malapraktik setelah mendapat perawatan di Puskesmas Bolo. Tangannya yang semula hanya dipasangi infus, kini mengalami pembengkakan, bernanah, hingga menghitam. Kondisi ini mengancam fungsi jari tangan kanan Arumi (15 bulan) yang dikhawatirkan akan cacat.
Ayah kandung Arumi, Andika, menceritakan bahwa anaknya awalnya hanya mengalami demam dan muntah. “Awalnya anak saya sebenernya cuman demam biasa dan muntah, akhirnya kami bawa ke Puskesmas Bolo,” ujarnya kepada Suara NTB, saat dihubungi pada Rabu, 23 April 2025.
Pada Kamis, 10 April 2025, Arumi mendapat tindakan medis berupa pemasangan infus oleh perawat yang sedang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Bolo. “Semalam saja di UGD. Besok paginya (Jumat, 11 April 2025) baru dipindahkan di rawat inap, sampai hari Minggu, 13 April 2025,” terang Andika.
Setelah tiga hari infus terpasang, bagian telapak tangan Arumi membengkak. Ibu Arumi, Marliana, lantas melaporkan kondisi tersebut kepada perawat. Namun, respons yang diterima kurang memuaskan, perawat hanya memberikan penjelasan bahwa pembengkakan tersebut disebabkan oleh plester yang terlalu ketat.
“Setelah tidak diindahkan oleh perawatnya, lanjut diberikan injeksi. Setelah beberapa jam, saya pegang tangan anak saya dan ternyata anak saya kesakitan. Makanya saya minta perawatnya untuk melepas infusnya. Pas dibuka perban infusnya, ternyata jari dan punggung tangan anak saya sudah bengkak. Karena saya kira juga memang bengkak biasa saya kompres bengkaknya dengan air hangat,” jelas Marliana.
Karena kondisi Arumi tak kunjung membaik, pihak Puskesmas Bolo merujuknya ke RSUD Sondosia pada Minggu, 13 April 2025. Di sana, ia kembali diinfus di tangan kirinya. “Pas itu alhamdulillah sudah membaik dan anak saya sudah ceria,” kata Marliana.
Namun, kondisi tangan kanan bekas infus justru memburuk. Pembengkakan semakin parah, disertai warna yang menghitam. Pada Selasa malam, 15 April 2025, orang tuanya meminta rujukan ke RSUD Bima.
“Saat itu, kondisi tangan anak saya sudah makin parah. Saya minta untuk dirujuk paksa ke RSUD Bima karena tangan anak saya sudah sangat bengkak, bernanah, dan semakin hitam,” ungkapnya
Sesampainya di RSUD Bima, Arumi harus menjalani operasi. Dokter kemudian merekomendasikan rujukan ke RSUP Provinsi NTB guna menyelamatkan fungsi jari-jari tangannya. “Kami berangkat dari Bima pada Jumat malam (18/4/2025) dan tiba di Mataram pada Sabtu pagi (19/4/2025),” katanya.
Saat ini, Arumi masih dirawat di RSUP NTB dan menjalani observasi dokter. Sebagian jari tangan kanannya sudah tidak aktif dan vena di bagian tersebut hilang.
“Tangan anak saya, kata dokter yang di RSUD Bima, kemungkinannya sangat kecil untuk bisa diselamatkan. Walaupun begitu, saya berharap anak saya bisa kembali normal. Saya juga berharap pihak Puskesmas Bolo dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak saya,” harapnya.
Andika dan Marliana, juga mengaku telah melaporkan dugaan malapraktik ini ke Polres Bima, pada Senin, 21 April 2025, kemarin.
Sementara itu, dikabarkan jika Kepala Puskesmas Bolo, Nurjanah, belum dapat memberikan keterangan terkait dugaan malapraktik tersebut. Ia mengaku masih mendampingi keluarga korban yang kini berada di RSUP NTB Mataram.
Suara NTB berupaya melakukan konfirmasi terhadap pihak Puskesmas Bolo terkait kejadian ini. Namun, upaya wawancara melalui ponsel Kepala Puskesmas Bolo belum berbuah hasil. Permintaan wawancara melalui pesan WhatsApp hingga berita ini ditulis, belum dijawab. (hir)