GUBERNUR NTB, Dr. H.Lalu Muhamad Iqbal, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait kasus indikasi kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum Kepala Yayasan di Lombok Barat berinisial AF. Dalam pernyataannya, Gubernur Iqbal menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan perlindungan menyeluruh bagi para korban.
Ngenes rasanya, rakyatku jadi korban. Mau nangis rasanya. Ini bukan kejadian pertama, dan terlalu sering terjadi. Saya sudah bicara dengan Pak Kapolda, Ibu Kajati, dan akan bicara lagi. Intinya, pelaku sudah jadi tersangka. Harus dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.
Menurutnya, hukuman yang berat akan menjadi pesan kuat bagi siapa pun agar tidak melakukan tindakan serupa di masa depan. Ia juga mengingatkan agar publik tidak menyamakan kasus ini sebagai permasalahan pesantren.
Ini memang terjadi di pesantren, tapi pelakunya adalah individu jahat. Jangan seolah-olah semua pesantren seperti ini. Banyak pesantren lain menghasilkan orang-orang saleh dan hebat. Sama seperti sekolah umum, ada yang baik dan ada yang tidak,” katanya.
Mantan Dubes RI untuk Turki ini juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap korban, termasuk menjaga identitas mereka dan mencegah reviktimisasi.
Kita harus jaga privasi mereka. Jangan sampai mereka jadi korban dua kali, apalagi sampai kena hukuman sosial. Beberapa dari mereka sudah menikah. Kita bantu rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar mereka bisa menjalani kehidupan secara normal lagi,”
.
Upaya rehabilitasi tersebut, jelasnya, mencakup pendampingan oleh psikolog klinis profesional. Menurutnya, korban sering kali merasa sendiri dan malu, padahal mereka sangat membutuhkan dukungan untuk proses penyembuhan trauma.
Menanggapi usulan pembentukan satuan tugas (Satgas), Iqbal menyatakan keberatannya terhadap pendekatan semacam itu. Menurutnya, pembentukan Satgas bukan pendekatan yang optimal untuk memberantas kasus kekerasan trerhadap perempuan dan anak NTB.
Kalau hanya mengandalkan Satgas, nanti semangatnya cuma sebulan dua bulan lalu hilang. Yang dibutuhkan adalah kesadaran kolektif dan kerja lintas sektor, dari Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, hingga Kementerian Agama,” tekannya.
Sementara itu, terkait dengan aturan Kementerian Agama yang memberikan izin pendirian Ponpes. Iqbal menyatakan Kemenag sebenarnya sudah memiliki aturan tata kelola madrasah dan pesantren yang lengkap. Namun yang menjadi permasalahan adalah pengawasan, yang dinilai menjadi titik lemah. Ia mendesak penguatan fungsi pengawasan sebagai upaya pemberantasan kasus semacam ini terulang.
Menjawab isu seputar peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) ke dalam Dinas Sosial, Iqbal menegaskan bahwa langkah tersebut justru untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak.
Dulu digabung dengan KB, sekarang dengan Dinsos yang punya kapasitas intervensi sosial. Ini bukan melemahkan, tapi menguatkan, ucapnya.
Terkait proses belajar-mengajar di pesantren yang terdampak kasus, Gubernur menyatakan akan segera berkomunikasi dengan Kanwil Kemenag NTB. Ia berharap para santri, baik korban maupun bukan, tetap bisa melanjutkan pendidikan mereka dengan baik menjelang ujian.
“Saya ingin pastikan, walaupun lokasi itu jadi tempat kejadian, pondoknya bukan penyebab. Ini hanya lokus, bukan institusi yang salah,” pungkasnya. (era)