Mataram (Suara NTB) – Polres Bima saat ini tengah menangani laporan dugaan malapraktik yang dilayangkan keluarga Arumi, bocah yang diduga jadi korban malapraktik di Kabupaten Bima. Ayah korban, Andika, secara resmi telah melaporkan kasus ini, yang kemudian diterima dan ditindaklanjuti oleh pihak berwajib.
Kapolres Bima AKBP Eko Sutomo S.I.K., M.I.K dan Kasat Reskrim Polres Kabupaten Bima, AKP Abdul Malik S.H melalui Kanit Tipidter Polres Kabupaten Bima, Ipda Binawan Kharrismi S menjelaskan, pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) sesuai prosedur standar operasional (SOP). Meski demikian, ia menegaskan bahwa proses penanganan ini tidak bisa langsung berujung pada penetapan tersangka.
“Kita sudah cek TKP, sudah olah TKP, tetapi karena ini melibatkan tenaga medis, kita harus menunggu hasil dari Majelis Disiplin Keperawatan. Yang bisa menentukan ada tidaknya malapraktik adalah lembaga tersebut,” tuturnya kepada Suara NTB melalui pesan suara, Minggu, 27 April 2025.
Ia menyebutkan, saat ini polisi masih mengumpulkan fakta-fakta lapangan untuk memastikan di mana tepatnya dugaan malapraktik terjadi. “Apakah benar di Puskesmas, di Rumah Sakit Sondosia, atau di RSUD Bima, semua kemungkinan masih diselidiki. Kita tidak boleh berasumsi. Semua harus berdasarkan fakta,” tegasnya.
Untuk memperkuat penyelidikan, polisi akan memeriksa sejumlah saksi pada hari Senin, 28 April 2025, termasuk Kepala Puskesmas dan tenaga medis yang terlibat. Selain itu, keterangan ahli pidana dan ahli medis juga akan dimintai pendapatnya sebagai bagian dari alat bukti.
Ia menekankan bahwa kunci utama dalam pengembangan kasus ini adalah surat keterangan dari Majelis Disiplin Keperawatan yang akan diturunkan oleh Kementerian Kesehatan.
“Kalau surat sudah keluar, keterangan saksi ahli sudah ada, dan alat bukti lengkap, baru kita bisa tingkatkan status kasus ke tahap penyidikan (naik sidik). Sehingga sejauh ini, bahwa belum ada penetapan tersangka,” jelasnya.
Pihak kepolisian berkomitmen untuk menangani kasus ini secara profesional, sesuai prosedur hukum yang berlaku, serta bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan proses berjalan transparan dan berbasis fakta.
“Penerapan hukum yang mungkin digunakan adalah Pasal 440 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur pelanggaran oleh tenaga medis,” tutupnya.
Sementara itu, kondisi Arumi, korban yang diduga mengalami malapraktik, dikabarkan mulai membaik, meski tangan kanannya belum menunjukkan perkembangan.
“Alhamdulillah kalau untuk fisiknya ada perkembangan, sudah bisa makan dan sudah bisa duduk. Tapi tangannya saja yang masih belum ada perubahan,” kata Andika kepada Suara NTB melalui pesan WhatsApp, Minggu, 27 April 2025.
Andika juga menyampaikan bahwa pada Senin, 28 April 2025, ia bersama sang istri, Marliana, akan dimintai persetujuan untuk tindakan amputasi pada tangan Arumi, karena jika dibiarkan, luka tersebut dikhawatirkan akan terus merambat ke jaringan lain. “Rencana besok (Senin) diminta tanda tangan untuk amputasi,” ucapnya.
Terkait bagian tangan mana yang akan diamputasi, Andika mengatakan bahwa hal tersebut akan dijelaskan saat persetujuan dilakukan.”Besok baru diinfo sama dokternya sampai mana mau dihilangkan,” tandasnya.
Kepala Puskesmas Bolo, Nurjanah, S.Kep., yang dikonfirmasi terpisah, membenarkan dirinya dipanggil oleh pihak Polsek Bima untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan malapraktik di Puskesmas Bolo. “Iya (dipanggil sebagai saksi),” jawabnya singkat, ketika dihubungi Suara NTB, pada Senin, 28 April 2025. (hir)