Mataram (Suara NTB)-Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I-2025 mengalami kontraksi signifikan. Kepala BPS NTB, Dr. Drs. Wahyudin, M.M., mengungkapkan, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year), ekonomi NTB mengalami kontraksi sebesar 1,47 persen. Kontraksi ini terutama disebabkan oleh penurunan tajam pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 30,14 persen. Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi terdalam, yakni mencapai 41,05 persen.
“Kontraksi ini sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga dan volume ekspor komoditas tambang, terutama konsentrat tembaga dan emas yang selama ini menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi NTB,” jelas Wahyudin, Senin, 5 Mei 2025.
Tak hanya secara tahunan, ekonomi NTB juga mengalami tekanan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (quarter-to-quarter). Pada triwulan I-2025, ekonomi NTB terkontraksi sebesar 2,32 persen dibandingkan dengan triwulan IV-2024. Lagi-lagi, sektor pertambangan menjadi penyumbang kontraksi terbesar dengan penurunan sebesar 18,93 persen, diikuti oleh penurunan signifikan pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 21,99 persen.
Wahyudin menegaskan bahwa kontraksi ini menunjukkan ketergantungan ekonomi NTB yang masih tinggi terhadap sektor ekstraktif dan ekspor komoditas mentah.
“Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah untuk terus mendorong diversifikasi ekonomi, penguatan sektor hilirisasi, serta memperluas basis ekonomi rakyat seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata,” ujarnya.
Meski demikian, Wahyudin tetap optimistis bahwa kondisi ini bersifat musiman dan tidak mencerminkan tren jangka panjang. Ia berharap pada triwulan selanjutnya, sektor-sektor lain dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam menopang pertumbuhan, terutama mengingat adanya momentum Ramadan dan Idulfitri yang biasanya meningkatkan konsumsi rumah tangga dan aktivitas perdagangan.
BPS juga mencatat bahwa sektor-sektor seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta industri pengolahan masih menunjukkan ketahanan relatif dibandingkan sektor tambang yang sangat rentan terhadap gejolak eksternal.
“NTB memiliki potensi besar di berbagai sektor. Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan potensi tersebut secara optimal untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan,” pungkas Wahyudin.(bul)