Oleh: Surnaini, S.Pd.I *)
(Guru di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Sumbawa, NTB)
Masih segar di ingatan kita, pada awal tahun 2021 lalu, jagad media sosial dan media mainstream dikejutkan oleh kasus adiksi atau kecanduan gawai kalangan anak-anak di Jawa Barat.
Beberapa media memberitakan, siswa SMP kelas 1 di Subang meninggal diduga penyebabnya karena kecanduan game. Tak hanya itu, jumlah pasien anak yang kecanduan gawai di RS Jiwa Cisarua, Bandung Barat meningkat.
Raden Tri Sakti (12 tahun), siswa SMP kelas 1 asal Desa Salam Jaya, Pabuaran, Subang meninggal dunia dengan diagnosa mengalami gangguan syaraf. Pihak keluarga menyebut penyakit yang dideritanya dikabarkan karena kecanduan bermain game online di telepon seluler. Raden meninggal 23 Februari 2021. Endang, paman Raden, menceritakan keponakannya sejak awal tahun mengeluhkan sakit kepala, bahkan tangan dan kakinya susah digerakkan.
Sempat dirawat di RS Siloam, Endang mengatakan dokter yang merawatnya mengatakan gangguan saraf yang diderita keponakannya itu karena radiasi telepon seluler. Endang menuturkan keponakannya selama ini selalu bermain game online seharian, ditambah dengan sekolah jarak jauh yang otomatis selalu memegang handphone.
“Jadi, anak itu tadinya sering main HP game online siang malam, tidur subuh pukul 03.00 WIB. Trus kerap mengigau kaya lagi bermain game,” ujar Endang.
Meski penyebab gangguan saraf ini dibantah oleh Ketua IDI Cabang Kabupaten Purwakarta dr Susilo Atmojo. Menurutnya, gangguan syaraf tidak ada hubungannya dengan radiasi handphone. Kecanduan gawai atau kecanduan bermain game berakibat kepada perubahan perilaku anak.
Sementara itu, di Surabaya sebanyak 3.000 anak dan remaja menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur sejak priode Januari hingga Juli 2024. Sebagian besar mereka mengalami gangguan jiwa, lantaran kecanduan gadget atau handphone.
Kecanduan gadget bukanlah hal baru di tengah masyarakat modern saat ini. Namun, maraknya kasus kecanduan gadget yang dialami oleh anak-anak dan remaja patut menjadi perhatian serius bagi orang tua maupun pemerintah.
Mendorong anak untuk melakukan aktivitas fisik adalah salah satu cara yang terbaik untuk mengurangi kecanduan gadget pada anak.
Meskipun media sosial menawarkan peluang untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman, dampak negatifnya terhadap kesehatan mental tidak bisa diabaikan.
Dilansir dari Psychology Today, dalam perspektif kesehatan mental, terdapat sebuah kekhawatiran dari dampak negatif penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan terhadap kesehatan dan kesejahteraan pengguna, terkhususnya pada anak-anak dan remaja.
Orang tua harus berusaha untuk melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan di luar ruangan seperti olahraga atau juga jalan-jalan. Selain aktivitas di luar ruangan, orang tua juga dapat mendorong anak untuk melakukan berbagai aktivitas dalam ruangan seperti latihan menari, bela diri atau latihan teater.
Mempromosikan berbagai macam hobi dan kegiatan untuk anak adalah cara lain untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak. Orang tua dapat mendorong anak-anak mereka untuk terlibat dalam kegiatan lain seperti membaca, menulis, menggambar, atau memainkan alat musik. Hobi tersebut dapat membantu anak mempelajari ilmu dan keahlian yang baru, mengembangkan minat lain dan juga sekaligus mengurangi ketergantungannya pada gadget.
Pemerintah pun secara serius telah menyikapi persoalan ini. mengingat hal ini sangat mengancam kesehatan mental dan fisik anak-anak kita. Salah satu kebijakan serius yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi fenomena ini dalah dengan memberikan panduan pola kebiasaan hidup positif yang harus dilakukan oleh anak-anak kita baik di rumah mapun di sekolah.
Pemerintah melalui Kementerian Digital dan Informasi (Kementerian Komunikasi dan Digital) berencana membatasi penggunaan media sosial bagi anak-anak melalui Peraturan Pemerintah (PP). PP tersebut masih dalam proses penyusunan dan perlu didorong agar segera disahkan untuk melindungi anak-anak dari bahaya di dunia digital dan memastikan masa depan bangsa yang lebih baik.
Pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak ini bertujuan untuk melindungi mereka dari paparan konten yang tidak sesuai usia, kecanduan, dan dampak negatif lainnya pada kesehatan mental. PP ini akan mengatur pembatasan usia untuk membuat akun digital, termasuk media sosial, dan sanksi bagi pengelola platform jika melanggar ketentuan.
Pentingnya Peraturan Pemerintah ini akan membantu melindungi anak dari bahaya media sosial antaral lain terhadap paparan konten berbahaya, cyberbullying, dan bahkan tindak pidana online yang dapat merusak masa depan anak-anak.
Aturan pembatasan ini juga diharapkan agar anak-anak pengguna media sosial yang berlebihan yang dapat menyebabkan kecanduan, yang berdampak pada kualitas hidup dan perkembangan anak. Serta ancaman terhadap masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan rendahnya harga diri.
Dengan masifnya sosialisasi program ini kepada para orang tua, sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan formal dan informal lainnya kita berharap akan membangun kesadaran kolektif anak bangsa untuk lebih bijak menggunakan gadget. Kemajuan inovasi teknologi harus dapat digunakan untuk membangun bangsa yang cerdas dan maju. Dunia usaha, pendidikan, dan penelitian mendapatkan semua manfaat besar dari internet.
Anak-anak dan remaja harus didorong untuk menggunakan gadget dan internet sebagai alat penting untuk meningkatkan pendidikan, pengetahuan, peluang, dan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Bukan malah sebaliknya menjadi monster menakutkan yang akan menghancurkan dan membunuh masa depan mereka sebagai generasi emas 2045. (*)