TIM Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB melakukan penggeledahan pada Kantor Biro Ekonomi Setda NTB dan PT Gerbang NTB Emas (GNE), Kamis, 8 Mei 2025.
Kepala Kejati NTB, Enen Saribanon menjelaskan, penggeledahan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di tiga gili (Gili, Meno, dan Air) yang dikelola oleh PT. GNE dan PT. Berkah Air Laut (BAL).
Dari penggeledahan itu, jaksa menyita satu boks dokumen di Kantor PT GNE dan tiga boks di Kantor Biro Perekonomian Setda NTB. dokumen-dokumen itu nantinya akan menjadi bahan penelitian untuk penguatan alat bukti di persidangan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengecekan dokumen untuk mengidentifikasi siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, tegasnya.
Kajati mengatakan, sejauh ini belum ada penetapan tersangka meskipun kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan sejak Januari 2025. Saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Saksi ahli sudah kami lakukan pemeriksaan, tambahnya.
Koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, (BPKP) NTB juga telah dilakukan untuk penghitungan kerugian negara.
Dalam perkara ini, Kejaksaan telah memeriksa 23 orang saksi. Puluhan saksi itu berasal dari pihak Pemerintahan Provinsi NTB, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung KLU, dan Direktur PT BAL, William John Matheson.
Terkait kerja sama PT GNE dan PT BAL dalam penyediaan air bersih itu diketahui pernah ditangani Polda NTB dan telah sampai persidangan. Namun, penanganan kasus tersebut kata Enen merupakan penanganan pidana umum yang berkaitan dengan kerugian lingkungan dalam kerja sama dua perusahaan itu.
Ia menjelaskan, yang pihaknya tangani saat ini merupakan dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara ini. Diduga terjadi penyimpangan dalam pengelolaan air yang tidak sesuai ketentuan. Sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara. Yang sedang bergulir di persidangan itu penanganan pidana umumnya, ucapnya.
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama pada 31 Oktober 2024, Samsul Hadi bersama William John selaku direktur di dua perusahaan yang membangun kerja sama penyediaan air bersih itu dijatuhi pidana hukuman satu tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan pengganti.
Perbuatan keduanya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 70 huruf d juncto Pasal 49 ayat (2) dan ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. (mit)