Oleh: Amilan Hatta
(DirekturEksekutif Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR)
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berupaya membawa kemajuan dalam bidang pendidikan Indonesia. Dengan pendidikan yang maju, Indonesia dapat meraih Visi Indonesia 2045, yakni menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Strategi pencapaian visi ini dituangkan dalam Asta Cita Kabinet Merah Putih, yang juga bertujuan menjawab berbagai tantangan global yang penuh ketidakpastian.
Harus diakui bahwa Pembangunan di bidang pendidikan kita masih dihadapkan pada barbagai masalah fundamental yang belum teratasi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh sistem pendidikan di Indonesia adalah kekurangan guru. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, jumlah guru di Indonesia adalah sekitar 3,1 juta orang, yang terdiri dari 2,5 juta guru negeri dan 600 ribu guru swasta. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan ideal, yaitu sekitar 4,2 juta guru.
Kekurangan guru ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain rendahnya minat generasi muda untuk menjadi guru, karena kurangnya daya tarik profesi guru, baik dari segi gaji, fasilitas, maupun penghargaan. Kemudian terbatasnya alokasi anggaran untuk rekrutmen guru, khususnya guru pegawai negeri sipil (PNS), yang berdasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan atas kebutuhan jumlah guru di sekolah.
Selain itu tidak meratanya distribusi guru, baik antar wilayah maupun antar mata pelajaran, sehingga ada daerah-daerah yang kelebihan guru, sementara ada daerah-daerah yang kekurangan guru, terutama di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Tingginya angka pensiun guru, yang tidak seimbang dengan angka penerimaan guru baru, sehingga terjadi gap antara jumlah guru yang keluar dan yang masuk.
Fakta Kualitas Guru di Indonesia
Selain kekurangan guru, masalah lain yang menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas guru. Kualitas guru dapat dilihat dari kompetensi, profesionalisme, dan kesejahteraan guru.
Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam menguasai materi, metode, dan media pembelajaran, serta dalam berinteraksi dengan peserta didik, orang tua, dan masyarakat. Kompetensi guru dapat diukur melalui berbagai instrumen, seperti Ujian Kompetensi Guru (UKG), Ujian Nasional (UN), dan Program for International Student Assessment (PISA).
Namun, hasil dari instrumen-instrumen tersebut menunjukkan bahwa kompetensi guru di Indonesia masih rendah. Misalnya, hasil UKG tahun 2021 sampai 2015 menunjukkan bahwa sekitar 81% guru di Indonesia tidak mencapai nilai minimum. Hasil UN tahun 2022 juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai guru di Indonesia adalah 54,6, yang masih di bawah standar minimal 55. Hasil PISA tahun 2022 juga menempatkan Indonesia pada peringkat ke-72 dari 79 negara yang berpartisipasi, dengan skor rata-rata 371, yang jauh di bawah rata-rata OECD 487.
Rendahnya kompetensi guru di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kurangnya kualifikasi akademik guru, yang masih banyak di bawah standar minimal S1 atau D4, terutama di daerah-daerah tertinggal. Kurangnya pelatihan dan pengembangan profesional guru, yang masih jarang, tidak merata, dan tidak sesuai dengan kebutuhan guru. Dan kurangnya pengawasan dan evaluasi kinerja guru, yang masih lemah, tidak objektif, dan tidak transparan.
Menyikapi fenomena kurangnya kualifikasi akademik tersebut bagi penulis memang harus menjadi perhatian khusus pemerintah. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti di berbagai kesempatan mengatakan kementeriannya akan memberikan beasiswa bagi guru agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang D4 atau S1.
Masih banyak guru yang belum berpendidikan D4 atau S1 bila melihat data secara nasional. Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru belum mempunyai riwayat pendidikan D4 atau S1. Salah satunya karena banyak guru yang terjun ke dunia pendidikan tanpa memiliki perencanaan.
Banyak guru yang pada awalnya mungkin mengajar karena mengisi waktu luang atau karena alasan-alasan lain mereka termotivasi menjadi guru sebagai pekerjaan tambahan. Selain itu, ada faktor lain seperti letak geografis dan kendala ekonomi yang menyebabkan guru tidak bisa mengakses pendidikan tinggi.
Namun, kita belum mendapatkan informasi lebih rinci skema pemberian beasiswa tersebut, nominal beasiswa, maupun jumlah guru yang akan menerima beasiswa.
Mengutip pernyataan Mendikdasmen Abul Muti dalam pidatonya saat upacara peringatan Hari Guru, mengatakan Kemendikdasmen berkomitmen untuk meningkatkan kualitas guru. Selain pemberian beasiswa D4 atau S1, dia mengatakan akan memberikan pelatihan bimbingan konseling bagi para guru kelas dan guru bidang studi dalam rangka memperkuat pendidikan karakter.
Memang selayaknya program ini patut didukung, melalui kementerian terkait, untuk mengatasi masalah kekurangan dan kualitas guru di Indonesia, diperlukan langkah-langkah strategis dan kolaboratif dari berbagai pihak.
Pemerintah, yang harus meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan, mereformasi sistem rekrutmen guru, menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang memadai, menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan profesional guru secara berkelanjutan, menetapkan standar kompetensi dan kesejahteraan guru yang adil dan transparan. Juga memberikan pengawasan dan evaluasi kinerja guru yang objektif dan akuntabel.
Lembaga pendidikan yang harus meningkatkan kualitas pendidikan guru baik pada jenjang S1, D4, maupun pasca sarjana, dengan mengembangkan kurikulum, metode, dan media pembelajaran yang relevan, inovatif, dan berorientasi pada kompetensi abad 21. Serta dengan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, baik dalam maupun luar negeri, untuk meningkatkan kapasitas dan jejaring guru.
Organisasi profesi harus meningkatkan peran dan fungsi organisasi profesi guru, seperti PGRI, IGI, MGMP, dan sebagainya dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan solidaritas guru. Contohnya seperti seminar, workshop, diskusi, penelitian, publikasi, advokasi, dan sebagainya, serta dengan menjaga kode etik dan standar profesi guru.
Masyarakat juga harus semakin meningkatkan semangat kolaboratif dan gotong royong terhadap dunia pendidikan. Meningkatkan partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap pendidikan, khususnya terhadap guru. Caranya yaitu dengan memberikan kontribusi, baik berupa dana, barang, maupun tenaga, untuk membantu kegiatan pembelajaran di sekolah. (*)