Giri Menang (Suara NTB) – Kalangan DPRD menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, progres dari program ini masih minim. Dari 10 Kecamatan di Lobar, tiga kecamatan belum disentuh. Terdapat puluhan ribu anak yang belum disasar program ini. Dimana dari 105 ribu calon sasaran baru 16 ribu lebih yang sudah diberikan makanan gratis.
“Tiga kecamatan, Gunungsari, Batulayar dan Sekotong, belum,”kata M Munib, Anggota Komisi IV DPRD Lobar ini, kemarin. Dari data yang diperolehnya, 105 ribu anak yang harusnya disasar di Lobar. Sedangkan yang sudah disasar sangat minim. “Dari 105 ribu anak yang harus disasar baru 16 ribu yang sudah diberikan,”kritiknya.
Pihaknya melihat masalah pada program ini sejak awal pelaksanaan. Koordinasi pihak SPPG dengan Pemkab sangat kurang, dalam hal ini Dikbud dan Kemenag. Kenapa dianggap sangat kurang koordinasi? Karena pihak Pemkab dianggap hanya sebagai penerima manfaat. Misalnya OPD hanya diberikannya permakluman saja, tidak pernah diajak rapat koordinasi. Seperti apa teknis dan lainnya.
Padahal persoalan dalam penyaluran MBG ini sangat banyak. Dalam mencukupi asupan gizi, tentu anak satu dengan lainya berbeda kebutuhan gizi, tergantung dari tinggi dan badan. Apakah sebelum diberikan makanan, anak-anak diukur. ‘’Kan tidak,’’ ujarnya.
Selain itu, anak-anak ini ada yang alergi dan tidak. Sementara menu yang diberikan sama rata. Hal-hal semacam ini butuh dikontrol. “Masalah pengawasan seperti apa tidak boleh luput,”tegasnya. Untuk itu Ia berharap ada koordinasi intens antara penyelenggara engan Pemkab
Sementara itu, Sekdis Dikbud Lobar, Arief Nuradhi Herutomo menyebutkan, program MBG di Lobar saat ini telah menjangkau setidaknya 18 Taman Kanak-Kanak (TK), 46 Sekolah Dasar (SD) dan 13 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Total siswa yang menerima manfaat MBG disebutnya mencapai 16.062 anak, terdiri dari 895 siswa TK, 9.870 murid SD, dan 5.297 siswa SMP.
Meski demikian, Arief mengakui masih ada ketimpangan dalam cakupan pelayanan. Karena dari total 10 kecamatan di Lobar, baru tujuh kecamatan yang terjangkau MBG. Antara lain Kecamatan Gerung, Kediri, Kuripan, Narmada, Lingsar, Lembar, dan Labuapi. Sedangkan sisanya masih belum terakomodir, lantaran keterbatasan jumlah dapur.
“Kalau kita lihat dari total siswa negeri dan swasta di Lombok Barat, masih ada lebih dari 60 ribu siswa yang belum terlayani program MBG. Kami berharap segera terbentuk SPPG baru untuk menjangkau wilayah yang belum terlayani,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan terkait tantangan yang dialami dalam proses pelaksanaan MBG ini yang tidak hanya soal cakupan, melainkan juga menyangkut penyediaan bahan pangan. Kemudian harga bahan baku yang cukup tinggi di pasaran, yang dinilainya menyebabkan tekanan terhadap kualitas menu makanan. “Namun berkat peran petugas gizi di tiap dapur, pemenuhan gizi tetap terjaga meskipun dengan menu yang sederhana,” terangnya.
Program MBG ini diakui Arief sebagai salah satu strategi pemerintah dalam menekan angka stunting di kalangan pelajar. Dengan asupan gizi yang cukup sejak dini, pihaknya berharap risiko kekurangan gizi yang dapat memengaruhi tumbuh kembang anak bisa ditekan secara signifikan.“Kami sangat berharap dukungan semua pihak agar cakupan MBG ini bisa diperluas. Bukan hanya untuk menunjang pendidikan, tapi juga bagian dari investasi kesehatan generasi masa depan Lombok Barat,” tandasnya. (her)