spot_img
Selasa, Juni 24, 2025
spot_img
BerandaPOLHUKAMYUSTISIPolda NTB Rekonstruksi Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen UIN Mataram

Polda NTB Rekonstruksi Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen UIN Mataram

Mataram (Suara NTB) – Kepolisian Daerah (Polda) NTB melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Sebanyak 65 adegan direkonstruksi pada Kamis, 22 Mei 2025.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyatakan bahwa rekonstruksi dilakukan berdasarkan hasil interogasi terhadap korban dan terlapor.

“Setelah melakukan interogasi terhadap korban dan terlapor, hari ini kami lakukan olah TKP,” ujar Syarif kepada media usai kegiatan rekonstruksi.

Menurutnya, pelaku mengakui perbuatan tersebut dilakukan di dua lokasi, yakni kamar tempat tinggal terlapor di asrama dan ruang sekretariat mahasiswa. Dari dua lokasi tersebut, diperagakan total 65 adegan: 49 adegan di kamar asrama dan 16 adegan di ruang sekretariat.

“Di kamar asrama terdapat empat korban. Sementara di ruang sekretariat, yang biasa digunakan untuk rapat, kami rekontruksi 16 adegan,” jelasnya.

Kasus ini kini telah memasuki tahap penyidikan. Polisi juga masih mendalami kemungkinan adanya unsur paksaan dalam tindakan pelaku, mengingat jumlah korban yang lebih dari satu orang.

Terpisah, perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB, Joko Jumadi, menyampaikan bahwa rekonstruksi yang dilakukan pihak kepolisian sudah sesuai dengan keterangan dan kronologi yang disampaikan para korban.

“Sudah dilakukan olah TKP. Dalam waktu dekat, seharusnya sudah ada penetapan tersangka,” ujar Joko.

Ia mengungkapkan, hingga saat ini terdapat tujuh korban yang telah teridentifikasi. Dugaan pelecehan seksual berlangsung sejak 2021 hingga 2024, dengan sebagian besar kejadian terjadi di lingkungan asrama kampus pada malam hari.

Modus yang digunakan pelaku antara lain mengajak korban ke sebuah ruangan dan melakukan tindakan cabul seperti mencium serta meraba. Diduga, pelaku memanfaatkan relasi kuasa sebagai kepala asrama dan membangun citra sebagai sosok ayah untuk memanipulasi korban secara emosional.

Ironisnya, laporan awal yang disampaikan korban ke pihak kampus tidak ditanggapi serius. Bahkan, menurut pengakuan korban, sempat ada upaya penutupan kasus dari pihak kampus.

Karena itu, korban akhirnya melapor ke lembaga pendamping eksternal, Sahabat Saksi dan Korban. Proses pendampingan pun memakan waktu, mengingat korban harus dipulihkan secara psikologis agar berani mengungkapkan kejadian.

Saat ini, KSKS sedang mengajukan permohonan pendampingan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Joko menambahkan, keberanian korban untuk bersuara salah satunya dipicu oleh serial televisi asal Malaysia berjudul Bida’ah, yang memberikan dorongan moral untuk mengungkap pengalaman mereka. (mit)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -






VIDEO